Dua Terdakwa Korupsi DD-ADD Buano Utara yang Rugikan Negara Sebesar Rp1,416 Miliar Diadili

Share:

satumalukuID – Abdul Kalam Hitimala dan Usman Tuhuitu, dua terdakwa kasus korupsi Dana Desa-Alokasi Dana Desa (DD-ADD) Buano Utara, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, yang merugikan negara Rp1,416 miliar, diadili di Pengadilan Tipikor Ambon.

Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jenny Tulak didampingi dua hakim anggota menggelar sidang perdana tersebut di Ambon, Selasa (21/6/2022), dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umu  (JPU) Seram Bagian Barat (SBB) Chrisna Noya dilanjutkan dengan pemeriksaan tiga saksi.

Menurut JPU, Desa Buano Utara pada tahun anggaran 2019 menerima kucuran ADD sebesar Rp1,340 miliar dan DD Rp2,731 miliar dan dicairkan terdakwa Abdul Kalam Hitimala selaku kepala desa dan terdakwa Usman Tuhuitu sebagai bendahara.

“Anggaran sebesar ini digunakan untuk membiayai sejumlah program di desa, namun belakangan diketahui terdapat 21 item pekerjaan yang tidak terealisasi atau kegiatannya dilakukan namun tidak sesuai jumlah anggaran yang dialokasikan,” kata jaksa.

Perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 2 jo Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

JPU menambahkan kedua terdakwa saat ini masih berstatus narapidana dan menjalankan masa hukuman penjara di Lapas Ambon dalam perkara yang sama tahun anggaran 2018.

Sementara para saksi yang dihadirkan JPU, antara lain, Syukur, Jamal serta Said Mahu, mengaku sebagai orang yang melaporkan adanya indikasi korupsi DD-ADD oleh para terdakwa.

Laporan ini dibuat setelah para saksi turut menghadiri rapat laporan pertanggungjawaban pengelolaan DD-ADD 2019 pada akhir tahun di balai desa setempat.

“Kami bukan perangkat saniri atau masuk dalam struktur pemerintahan desa, tetapi hanya masyarakat biasa yang mendengarkan laporan pertanggungjawaban akhir tahun dan melakukan pengecekan di lapangan,” aku para saksi menjawab pertanyaan majelis hakim.

Pertanyaan serupa juga disampaikan tim penasihat hukum para terdakwa, Ronald Salawane dan Peny Tupan dari Organisasi Bantuan Hukum Hunamun, yang mendampingi terdakwa.

Para saksi mencontohkan item pekerjaan yang tidak rampung, seperti pembuatan lapangan sepak bola senilai Rp831 juta dan lapangan basket yang tidak sesuai anggarannya.

Saksi-saksi pelapor ini juga mengakui ada beberapa item program yang kembali dilakukan terdakwa setelah laporan polisi telah dibuat.

Sebelum menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi, majelis hakim juga mengingatkan mereka sebagai saksi pelapor untuk memiliki bukti-bukti yang valid.

Share:
Komentar

Berita Terkini