KPK Panggil Wakil Ketua DPRD Buru Selatan Terkait Kasus Korupsi Proyek Jalan di Kota Namrole Tahun 2015

Share:

satumalukuID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buru Selatan La Hamidi sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015.

“Hari ini, Wakil Ketua DPRD Buru Selatan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) La Hamidi diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi proyek jalan dalam kota Namrole tahun 2015, untuk tersangka mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS),” kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (18/3/2022).

Pemeriksaan tersebut dilakukan di Markas Komando Satuan Brimob Polda Maluku, tambahnya.

Selain La Hamidi, KPK juga memanggil sepuluh saksi lainnya, yakni delapan anggota DPRD Kabupaten Buru Selatan, anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Mageswaen Ramil 1506-02 Koptu Husin Mamang, dan Sekretaris Dewan Kabupaten Buru Selatan Hadi Longa.

Delapan anggota DPRD tersebut adalah Orpa A. Seleky, Ahmad Umasangadji, Ismail Loilatu, Ahmadan Loilatu, Herlin F. Seleky, Mokesen Solisa, Vence Titawael, dan Abdul Gani Rahawarin.

Sebelumnya, Rabu (26/1), KPK menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016.

Tiga tersangka itu ialah Tagop Sudarsono Soulisa (TSS), Johny Rynhard Kasman (JRK) selaku pihak swasta dan Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta. Tagop dan Johny adalah tersangka penerima suap, sedangkan Ivana ada tersangka pemberi suap.

KPK menjelaskan Tagop, yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021, diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan sejak awal menjabat.

Perhatian lebih Tagop tersebut di antaranya mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga, untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Kemudian, Tagop merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait rekanan mana saja yang dapat dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.

KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee senilai 7 hingga 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan. Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus (DAK), besaran fee ditetapkan sekitar 7 sampai 10 persen dan ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 senilai Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) senilai Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) senilai proyek Rp14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro senilai Rp21,4 miliar.

Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya bernama Johny untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank miliknya. Uang itu kemudian ditransfer oleh Johny ke rekening bank milik Tagop.

KPK pun menduga sebagian dari fee yang diterima Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana, karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari DAK tahun 2015.

Share:
Komentar

Berita Terkini