HUT ke-86 Puncak Syukur sebagai Gereja, GPM Selalu Bawa Suara Injil Membebaskan dan Memanusiakan

Share:

satumalukuID – Dalam perjalanan sejarah Gereja Protestan Maluku (GPM) selalu menceritakan bahwa kita membawa suara Injil yang membebaskan dan memanusiakan, karena 6 September 1935 menjadi tonggak iman untuk memproklamasikan kebebasan dalam bentuk keterlepasan dari dominasi pemerintah Hindia Belanda.

Suatu spirit keagamaan yang menunjukkan bahwa orang percaya hanya bergantung kepada Tuhan dan hidup dari berkat Tuhan.

Spirit itu yang membuat GPM percaya dan mengaku “Yesus Kristus adalah Tuhan dan Kepala Gereja, Tuhan atas sejarah bangsa-banhsa dan alam semesta dan Juruselamat Dunia”.

Itulah sebabnya dalam tiap babakan sejarahnya, GPM selalu bermisi di tengah masyarakat, bangsa dan di tengah dunia, karena itu pula di alam semesta pemberian Tuhan ini.

Kita sadar bahwa dalam masalah yang berat sekalipun, baik internal, seperti pada 1960 di mana lahirnya Pesan Tobat GPM, atau dalam hiruk pikuk di tengah bangsa, pada 1950 atau 1999, GPM tetap pada pendiriannya menjadi gereja yang menghadirkan pembebasan dan perdamaian.

“Lagi-lagi itu karena Tuhan bekerja secara nyata dalam hidup semua umat,” ungkap Ketua Sinode GPM, Pdt Elifas T. Maspaitela MSi dalam pesannya yang disampaikan kepada suaramaluku.com dan satumaluku.id, Sabtu (4/9/2021).

Malah bertubi-tubi kita dihantam bencana alam sampai pada pandemi covid-19, GPM tetap menjadi gereja dengan berusaha hadir lebih dahulu dan selalu hadir untuk mencerahkan pemahaman umat, menumbuhkan harapan, memulihkan kondisi hidup individu dan sosial, dan memastikan bahwa Tuhan ada dan tetap bekerja di dalam dan melalui gerejaNya.

Semua itu terjadi dan kita lakukan karena yakin, Tuhan selalu menunjukkan kebajikan dan kemurahan hatiNya kepada kita, karena Ia tetap menemukan kita sebagai gerejaNya dan memakai kita untuk menuntun semua dombaNya.

Hal itu selaras dengan Tema HUT 86 GPM, “Bersyukur atas kebajikan dan kemurahan Tuhan, Gembala yang baik” (Mazmur 23:1-6).

Pada spirit iman itulah kami mengajak semua jemaat untuk memahami puncak perayaan syukur HUT GPM sejak tahun ini dan seterusnya akan berlangsung dan berpusat di dalam Kebaktian Jemaat. Karena itu setiap 6 September, di seluruh Jemaat GPM, pada jam 09.00 sebagai jam kebaktian Jemaat GPM, akan ada kebaktian khusus HUT GPM.

Untuk tahun ini, MPH Sinode sudah menyurati semua Pemerintah Daerah di Maluku dan Maluku Utara agar warga GPM yang adalah ASN dapat beribadah pada jam 09.00 di gereja pada jemaatnya, semacam mendapat libur fakutatif.

Semoga dengan begitu, suasana syukur secara bersama-sama menjadi suatu tanda pertumbuhan iman kita dan melaluinya kita membentuk masyarakat dan bangsa yang religius serta memiliki ketangguhan dalam menghadapi berbagai persoalan hidup, bangsa dan alam semesta.

 

SEJARAH SINGKAT

Untuk diketahui, GPM merupakan salah satu gereja di Indonesia yang beraliran Protestan Reformasi atau Calvinis. GPM berdiri di Ambon pada 6 September 1935. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai hari kelahirannya. GPM memandirikan dirinya dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI) atau Indische Kerk dan Nederlandsch Zendeling Genotschaap (NZG) sebagai bentuk kemandirian gereja.

Cikal bakal lahrnya GPM memiliki sejarah sangat panjang sesuai berbagai sumber referensi. Secara singkat, diawali pada 27 Februari 1605, GPM berawal dari ibadah perdana Gereja Protestan Calvinis dari orang-orang Belanda, pegawai VOC di Ambon.

Pada tahun 1622, Majelis Jemaat Indische Kerk dibentuk pula di Banda setelah 1621 didirikan di Batavia (Jakarta), yang berdampak aktivitas penginjilan di wilayah Maluku pun mulai kian marak dan intens dilakukan, khususnya melalui peran Pendeta Adriaan Hulsebos, yang telah berupaya membuat pelayanan ke Ambon namun kapalnya tenggelam di Teluk Ambon, dia meninggal.

Misinya dilanjutkan oleh Pendeta Rosskot (yang selanjutnya pula berperan dalam menyelenggarakan Pendidikan Teologi pertama di Ambon, Maluku maupun Indonesia).

Tahun 1799:, setelah VOC dibubarkan, maka ada sejumlah jemaat di Indonesia yang telantar, termasuk beberapa jemaat di Ambon.

Pada masa tahun 1815-1833: Joseph Kam diutus ke Maluku oleh Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG). Kemudian tahun 1871, Joseph Kam mendata jemaat-jemaat di Ambon

Tahun 1930, gereja terus berkembang pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang dilayani oleh Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Nederlandsch Zendeling Genotschaap (NZG) dan daerah pelayanannya telah meliputi hampir seluruh Maluku.

Akhirnya tahun 1935, tepatnya tanggal 6 September: GPM berdiri sebagai gereja yang mandiri dalam bidang konfesi, liturgi dan keuangan

Di tahun 1950, terjadi penumpasan RMS oleh TNI di Kota Ambon dan wilayah Pulau Seram yang mengakibatkan banyaknya gedung gereja ikut terbakar.

Dan pada tanggal 25 Mei 1950, GPM menjadi anggota PGI (dulu DGI). Wilayah pelayanannya mencakup Provinsi Maluku dan Maluku Utara. (novi pinontoan)

Share:
Komentar

Berita Terkini