JOU SUBA DI RAJA AMPAT

Share:

Sebuah plang selamat datang menyambut hangat ketika menjejak pelabuhan Waisai Kabupaten Raja Ampat. Jou Suba (Selamat Datang) di Raja Ampat.

Perjalanan dengan speedboat atau kapal cepat dari Kota Sorong, Papua Barat, menuju Kota Waisai ibukota Raja Ampat tidak terlalu lama. Jumat, 14 Desember 2020. KM Bahari Ekspres lepas tali dari pelabuhan Sorong jam 14.00 WIT. Jam 16.00 WIT, saya dan dua kolega tiba di pelabuhan Raja Ampat. Hanya butuh 2 jam.

Memasuki Pelabuhan Waisai, sekelebat pemandangan indah dan menakjubkan sudah terpampang di depan mata. Beberapa kapal yacth berlabuh tenang di sisi kanan agak jauh dari pelabuhan.

Kantor pelabuhan terlihat mewah. Menjadi pusat aktifitas arus penumpang. Yang menarik, jalan lebar dan berhotmix menyambung lurus dari pintu keluar pelabuhan menuju pusat Kota Waisai. Ruas jalannya dua arah. Sangat lebar dan mulus. Di tengahnya ada pepohonan rindang, pohon Glodokan Tiang. Pohon ini tumbuh menjulang. Seperti piramida simetris. Tumbuh hijau dengan pola berbaris sepanjang jalan raya. Memberi keindahan pada setiap pasang mata memandang.

Banyak yang menyematkan istilah untuk Raja Ampat, Caribbean Van Papua. Sebagian lainnya mengistilahkan Sepotong Surga di Papua. Penyematan untuk menggambarkan keindahan Raja Ampat dengan gugusan pulau-pulau yang menawan.

Usia Raja Ampat terbilang baru. Dimekarkan dengan UU No 26 Tahun 2002. Jadi baru 18 tahun. Jika dibandingkan dengan Kabupaten lainnya yang mekar dalam bilangan tahun 2002 atau 2003, Raja Ampat menunjukan kelasnya. Pembangunan dan perkembangan cukup cepat. Kota Waisai, Ibukota Raja Ampat tertata rapi.

Jika ditengok 18 tahun lalu, Waisai adalah belukar. Hutan belantara. Maka, ketika kabupaten ini dibuka, pusat pemerintahan ditempatkan di Kampung Saonek. Sebuah kampung kecil di gugusan Pulau Waego. Cukup lama di situ, dua (2) tahun. 2003 hingga 2005. Penduduk setempat mengartikan Saonek sebagai pelabuhan buah Mannek.

Butuh waktu lima (5) tahun, untuk membuka kota baru, Waisai. 2005 – 2010. Adalah Bupati Drs. Markus Wanma, yang merintis pembukaan kota baru ini. Belukar hutan ditebas. Tanah diratakan. Pohon–pohon besar di belantara Waisai ditumbangkan. Penataan kota dilakukan bertahap, dengan bersumber dari dana APBD.

Selepas salat subuh di Masjid Agung Waisai, saya berkeliling menikmati keteduhan dan keindahan Kota Waisai. Menakjubkan. Rapi, elegan dengan berbagai fasilitas pelayanan publik. Geliat ekonomi berkembang pesat di Waisai. Ikatan dan harmoni antar masyarakatnya bersepadu.

Kabupaten Raja Ampat juga menunjukan keunikan positif ketika dipimpin oleh Bupati saat ini, Abdul Faris Umlati (AFU). Jika ingin melihat bagaimana para pegawai dimanjakan oleh bupati, datanglah ke Raja Ampat. Selain gaji, PNS dan pegawai kontrak menikmati Tunjangan Penambahan Penghasilan (TPP) dengan angka yang fantastis.

Andre Tuanakotta, seorang PNS yang mengajar di Raja Ampat memberi pengakuan itu. “Tunjangan tambahan penghasilan di luar gaji sebesar Rp 3,3 juta perbulan. Kalau pegawai kontrak Rp 2,2 juta,” tutur Andre.

Laki – laki asal daerah Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku ini, sudah 12 tahun mengabdi sebagai guru di Raja Ampat.

Bupati AFU juga menunjukan keberpihakannnya untuk urusan pembangunan tempat ibadah. Setiap tahun, APBD digelontorkan untuk membangun puluhan gereja dan masjid di kampung – kampung. Alokasinya juga terbilang besar. Rp 1 Milyar untuk pembangunan setiap gereja maupun masjid.

“Kemajemukan baik adat istiadat, budaya dan agama dalam menjaga kedamaian hidup di tengah masyarakat. Menjadi inspirasi bagi pemerintah untuk memberikan yang terbaik di masyarakat khususnya di bidang keagamaan,” tutur Bupati AFU.

Maka kampung–kampung dia sentuh dengan pembangunan. Di Kota Waisai juga sedang dibangun masjid megah. Ukurannya 60 x 65 meter. Jika tuntas pada 2022, menjadi salah satu masjid terbesar di Indonesia Timur.

Jika berkunjung ke Yembeser, Wawiyai, Sawanggrai, Waisilip, Saleo, Saupipapir, Saonek dan puluhan kampung lainnya, maka kita akan menemukan kemegahan tempat ibadah yang dibangun oleh Bupati AFU.

APBD Raja Ampat terbilang tak tinggi. Hanya Rp 1,57 Trilyun. Tapi soal Pendidikan, saya menemukan fakta yang juga menarik. Bupati AFU mengalokasikan anggaran berbentuk beasiswa kepada siswa lulusan SMA/SMK di Raja Ampat untuk melanjutkan studi S1.

Beberapa daerah menjadi tempat pendidikan lanjut bagi anak–anak negeri Raja Ampat. Termasuk kerja sama Pemkab sejak tahun 2018 dengan Universitas De La Salle Manado sebagai tempat menyiapkan SDM putra putri Raja Ampat. Mereka belajar pada jurusan yang dibutuhkan oleh Raja Ampat : Pendidikan, Kesehatan dan Pariwisata.

Banyak deret kekaguman lain yang berderet di Raja Ampat. Keindahan bentangan pulau-pulaunya yang menjadi ikon pariwisata dunia. Tercatat pada tahun 2018, sebanyak 13.000 wisatawan mengunjungi destinasi wisata Raja Ampat.

Sebanyak 81% dari para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini, berasal dari mancanegara. Raja Ampat juga menyandang predikat sebagai 1 di antara 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Indonesia. Tak heran jika keindanhan Kawasan Wisata Bukit Piaynemo ditata dengan dana APBN, Rp 19,9 Milyar pada tahun 2018.

Raja Ampat juga menjadi satu–satunya kabupaten di Indonesia yang berani membuat keputusan tak biasa untuk penduduknya. Mengalokasikan Rp 16 Milyar untuk BPJS Ketenagakerjaan bagi 25.000 petani dan nelayan penduduk asli.

“Kabupaten lainnya datang ke Raja Ampat, belajar tentang model BPJS Ketenagakerjaan,” kata Bupati AFU, dengan antusias menjelaskan itu saat kami berbincang di rumah dinasnya, Sabtu (5/12/2020).

Maka, saat kampanye putaran terakhir di lapangan Kota Waisai (5/12), saya lantang menyampaikan, memilih Bupati Abdul Faris Umlati dan wakilnya, Orideko Iriano Burdam adalah Memilih Masa Depan bagi Raja Ampat dan rakyatnya. Memilih Kotak Kosong berarti menginginkan kemunduran bagi Raja Ampat. Insa Allah 9 Desember 2020, Pasangan AFU – ORI menang melawan kotak kosong.

Share:
Komentar

Berita Terkini