DPRD Bentuk Pansus Investigasi Dugaan Pungli di Pasar Mardika Ambon

Share:

Pimpinan dan anggota komisi III DPRD Maluku melakukan on the spor ke kompleks Terminal dan Pasar Mardika Ambon. (29/3/2023)

satumalukuID - DPRD Provinsi Maluku membentuk panitia khusus(Pansus) guna melakukan investigasi terkait maraknya dugaan praktek pungutan liar(pungli) terhadap sejumlah pedagang di Pasar Mardika Ambon.

"Komisi memutuskan untuk segera membentuk pansus Pasar Mardika atas dugaan praktek pungli yang dilakoni perorangan, kelompok, maupun oknum ASN usai dilakukan on the spot di lapangan," kata Ketua Komisi III DPRD Maluku Richard Rahakbauw di Ambon, Rabu (29/3/2023).

Menurut dia, setelah mendengarkan keluhan maupun aspirasi pedagang maka DPRD memutuskan pansus segera dibentuk.

"Tujuannya untuk menelusuri dugaan pungli yang dilakukan berbagai pihak, termasuk oknum Disperindag Kota Ambon," tandasnya.

Praktek pungli sama sekali tidak dibenarkan, karena menyangkut dengan etika dan moral seseorang, jadi untuk menyikapinya perlu ditelusuri oleh pansus agar publik bisa mengetahuinya.

Komisi juga akan membahas Perjanjian Kerja sama (PKS) PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) dengan Pemda menyangkut pengelolaan 140 ruko yang terdapat di atas lahan milik pemerintah daerah.

"Kami juga mendesak, Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon bisa mencapai kata sepakat, berkaitan dengan pengelolaan terhadap pasar dan terminal Mardika," ucap Richard.

Dia juga mendorong PKS dan MoU bisa secepatnya direalisasikan menyangkut dengan pembagian hasil yang harus dituangkan dalam PKS tersebut.

Sehingga jelas pembagian antara pemkot dan pemprov dalam rangka realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Sementara keluhan pedagang pada saat on the spot beragam mulai dari penyewaan lapak yang harganya selangit tanpa disertai tanda bukti, pengancaman tidak mendapat lapak, jika tidak ikut bergabung dengan salah satu asosiasi, pungli dan beragam keluhan," ungkap  Richard.

Sementara salah satu pedagang di Pasar Apung Mardika bernama Ny. Lina menjelaskan kepada komisi III kalau setiap hari dirinya ditagih hampir Rp15 ribu oleh oknum yang berpakaian preman untuk membayar uang sampah, karcis, dan keamanan.

"Bahkan untuk penyewaan lapak dibandrol dengan harga Rp35 juta/lapak namun tanpa disertai kwitansi sebagai tanda bukti pembayaran," kata dia.

Ketika ditagih hanya diberikan nomor lapak, sementara Ketua Asosasi Pasar Mardika (APMA) Alham Valeo yang bertindak sebagai bos penyewa lapak tidak memberikan bukti kwitansi apa pun. (Daniel Leonard/ant)
Share:
Komentar

Berita Terkini