BKSDA Maluku Terima Delapan Satwa Liar Hasil Translokasi

Share:

Burung kakak tua Maluku (Cacatua moluccensis), hasil translokasi dari Balai Besar KSDA Jawa Timur, Ambon, Minggu (13/11/2022).
Photo: HO-BKSDA Maluku/ant

satumalukuID - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku telah menerima delapan satwa liar dari hasil translokasi satwa dari Balai Besar KSDA Jawa timur, bertempat di Kompleks Pergudangan Angkasa Pura I Cabang Bandara Pattimura Ambon.

“Kemarin Pukul 10.00 WIT bertempat di Kompleks Pergudangan Angkasa Pura I Cabang Bandara Pattimura Ambon telah diterima satwa liar hasil kegiatan translokasi satwa dari Balai Besar KSDA Jawa Timur,” kata Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Maluku, di Ambon, Senin (14/11/2022).

Sebanyak delapan ekor satwa liar tersebut berjenis burung dengan rincian dua ekor kakak tua Koki (Cacatua galerita), dua ekor kakak tua Maluku (Cacatua moluccensis) dan empat ekor kakak tua putih (Cacatua alba).

“Burung yang ditranslokasikan tersebut merupakan hasil penyerahan dari Lantamal V Surabaya dan penyerahan secara sukarela dari masyarakat yang berada di wilayah kerja seksi konservasi wilayah (SKW) VI Probolinggo Balai Besar KSDA Jawa Timur,” tambah Seto.

Seto mengatakan, sebelum ditranslokasikan ke Balai KSDA Maluku, burung-burung tersebut sudah dikarantina, direhabilitasi, dan diperiksa kesehatan satwanya oleh dokter hewan di Kandang Karantina milik Balai Besar KSDA Jawa Timur di Sidoarjo.

“Saat ini burung yang ditranslokasikan tersebut sedang diistirahatkan terlebih dahulu di Kandang Pusat Konservasi Satwa Kepulauan Maluku di Kota Ambon untuk proses pemulihan fisik dan kesehatannya,” ujarnya.

Seto mengaku, dalam beberapa hari ke depan, akan dilakukan pemeriksaan ulang kesehatan satwa oleh dokter hewan sebelum burung-burung tersebut dimasukan ke kandang karantina.

“Rencananya akan dilakukan pemeriksaan ulang kesehatan satwa oleh dokter hewan sebelum burung-burung tersebut dimasukan ke kandang karantina sebagai salah satu tahapan dalam proses persiapan pelepasliaran ke habitat aslinya,” ungkap Seto.

Berdasarkan kententuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2)). (Winda Herman/ant)

Share:
Komentar

Berita Terkini