Penghentian Penyidikan Kasus Korupsi DPRD Kota Ambon Ciderai Rasa Keadilan Masyarakat

Share:

satumalukuID – Penghentian penyelidikan kasus dugaan korupsi anggaran di DPRD Ambon senilai Rp 5,5 miliar oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, dinilai menciderai rasa keadilan masyarakat dan preseden buruk bagi penegakkan hukum di daerah ini.

Hal ini disampaikan dosen Fakultas Hukum Unpatti, Dr Sherlock Holmes Lekipiouw SH yang dimintai pendapatnya oleh media ini tentang penghentian penyelidikan kasus tersebut, Sabtu (5/1/2022).

“Wah. Kalau penyelidikan kasus itu dihentikan, apa dasar hukumnya? Bila alasan utama pihak kejaksaan karena kerugian negara sudah dikembalikan, tidak serta merta menghapus perbuatan melawan hukumnya. Ini menciderai rasa keadilan di masyarakat dan preseden buruk bagi penegakkan hukum di Ambon Maluku,” tegas ahli hukum tata negara ini.

Ia lantas mengingat kasus gratifikasi Rp 5,8 miliar tahun 2017-2018 di DPRD Kota Malang, Jawa Timur yang ditangani oleh KPK sehingga 41 anggota dewan dijatuhi hukuman dan terjadi PAW massal, termasuk pimpinan DPRD nya dan Walikota Malang waktu itu juga dinonaktifkan.

“Yang di DPRD Kota Ambon ini kan temuan lembaga negara yakni BPKP. Temuan itu jelas ada dugaan unsur perbuatan melawan hukum. Jadi kalau dihentikan kasusnya, tentu ciderai rasa keadilan dan preseden buruk penegakkan hukum. Mestinya dibuktikan di peradilan,” katanya.

Sherlock menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa alasan penghentian tahapan penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana adalah sebagai berikut: Tidak cukupnya bukti atas peristiwa tindak pidana tersebut. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana serta Penyidikan dihentikan demi hukum.

“Kalau dari aspek alasan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP diatas maka “Patut Dipertanyakan” dalil atau argumentasi yang menjadi alasan bagi kejaksaan untuk menghentikan perkara dimaksud,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyatakan, kalau diletakkan dalam pendekatan norma pada ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP juncto Pasal 4 UU TPK, maka seyogyanya jaksa harus melanjutkan kasus tersebut ke tingkat Penyidikan untuk kemudian menentukan siapa yang harus bertanggungjawab secara hukum dalam hal ini tersangka untuk diminta pertanggungjawaban hukum

“Mengingat esensi pasal 4 UU TPK jelas bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan hukum (pidana),” tandas Sherlock.

Sebagaimana diketahui, Kejari Ambon telah mengumumkan penghentian penyelidikan terhadap kasus dugaan penyimpangan anggaran di DPRD Kota Ambon tahun 2020 senilai Rp 5,5 miliar.

Pernyataan penghentian penyelidikan terhadap kasus itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Dian Frits Nalle kepada wartawan di Ambon, Jumat (4/2/2022).

“Dengan memperhatikan asas pidana, sebagaimana kita ketahui bersama penegakan hukum itu harus memenuhi asas keadilan, asas kepastian dan asas kemanfaatan, dari hal tersebut sehingga tim mengambil kesimpulan menghentikan penanganan perkara tersebut dalam tahap penyelidikan,” kata Dian.

Menurutnya, dihentikannya penanganan kasus dugaan korupsi DPRD Kota Ambon ini dikarenakan seluruh kerugian keuangan negara telah dikembalikan ke kas Pemkot Ambon senilai Rp 5,5 miliar. “Pengembalian kerugian keuangan negara Rp 5,5 miliar sudah dikembalikan atau disetor,” katanya.

Kerugian keuangan negara sesuai audit BPKP itu, sudah dikembalikan dalam dua tahap, pertama Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 4 miliar sekian.

“Kita menerima dari Kesekretariatan DPRD Kota Ambon dan mereka sudah menyetor ke Pemkot Ambon dan kita menerima Surat Tanda Setoran (ke Kas Daerah),” katanya.

Penanganan kasus dugaan korupsi di DPRD Kota Ambon ini dilakukan berdasarkan hasil audit BPKP pada Juni 2021. Kemudian penyelidikan kasus itu dimulai pada November 2021.

Berbagai pihak telah diminta keterangan dari pimpinan dan Anggota DPRD Kota Ambon, Sekwan, mantan Sekwan, mantan Sekretaris Kota Ambon hingga pejabat Pemkot Ambon lainnya. Sejumlah ASN di Sekretariat DPRD Ambon dan pihak swasta ikut dimintai keterangan oleh tim penyidik.

“Apabila di kemudian hari ada ditemukan bukti baru, kasus ini akan dibuka kembali,” katanya.

PATUT DPERTANYAKAN

Penghentian penyelidikan kasus ini dinilai tiba-tiba, sehingga kalangan pers pertanyakan konsistensi sikap Kejari Ambon.

Pasalnya, sebelumnya saat memberikan keterangan pers kepada wartawan pada 14 Januari 2022 lalu, Kajari Ambon Dian Frits Nalle mengaku pihaknya sudah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut.

Saat itu Dian berjani akan segera melakukan ekspos perkara kasus tersebut ke pimpinan di Kejaksaan Tinggi Maluku.

“Sehubungan dengan penanganan perkara tersebut, sudah ditemukan adanya indikasi, nanti semuanya akan kita melakukan ekspose ke pimpinan di Kejaksaan Tinggi Maluku,” tutur Dian Frits Nalle pada 14 Januari 2022 lalu.

Terkait dengan penghentian kasus tersebut, Dr Sherlock Holmes Lekipiouw SH menambahkan, masyarakat atau perorangan dan lembaga yang merasa adanya ketidakadilan bisa saja melakukan perlawanan hukum dengan cara melalukan proses Pra Peradilan di Pengadilan Negeri atas kebijakan pihak kejaksaan itu.

“Bisa saja ada para pihak yang merasa keputusan kejaksaan itu tidak tepat dan menjadi preseden buruk penegakkan hukum, melakukan upaya hukum dengan cara ajukan Pra Peradilan atas keputusan penghentian kasus DPRD Ambon tersebut,” ungkapnya. (NP)

Share:
Komentar

Berita Terkini