PT J&T Belum Penuhi Putusan Pembayaran Pesangon Karyawati

Share:

satumalukuID – Manajemen PT. J&T, sebuah perusahaan jasa pengiriman barang yang digugat salah satu karyawatinya, Nira Rosanti Asyura belum memenuhi keputusan majelis hakim Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) pada Kantor Pengadilan Negeri (PN)  Ambon.

“Keputusan hakim PHI terkait pembayaran pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebesar Rp15,8 juta belum dieksekusi karena tergugat masih menunggu salinan keputusannya,” kata penasihat hukum penggugat, Ahmad Soulissa di Ambon, Selasa (2/11/2021).

Selain itu, pihak tergugat melalui tim penasihat hukumnya masih menyatakan pikir-pikir atas keputusan majelis hakim PHI sehingga diberikan waktu selama 14 hari untuk menyatakan sikap mereka.

Menurut dia, gugatan penggugat telah diterima sebagian oleh majelis hakim PHI diketuai Lucky Rombot Kalalo, antara lain menyatakan hubungan kerja antara penggugat dan tergugat adalah hubungan kerja waktu tidak tertentu terhitung sejak 29 Maret 2018.

“Menyatakan surat pengunduran diri dari penggugat pada  28 September 2020 batal demi hukum,” kata Ahmad dari Yayasan LBH Insan Cita Maluku ini mengutip keputusan majelis hakim PHI.

Selain itu, majelis hakim juga menyatakan hubungan kerja antara penggugat dan tergugat putus, terhitung sejak keputusan tersebut dibacakan pada Selasa, (19/10) 2021.

Kemudian menghukum terdakwa untuk membayar uang pesangon sebesar sekali ketentuan pasal 40 (2) huruf (d) PP nomo 35 tahun 2021 dan juang penghargaan masa kerja sekali ketentuan pasal 40 ayat (3) huruf (a) pp nomor 35 tahun 2021 kepada penggugat yang totalnya Rp15,8 juta.

“Sedangkan gugatan penggugat yang tidak dikabulkan majelis hakim PHI adalah upah proses yang diatur dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebab sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi RI setelah melalui uji materi,” ujarnya.

Achmad Soulisa dan Haldi Asel dari LBH Insan Cita yang mendampingi Nira Rosanti menjelaskan kliennya diintimidasi manajemen perusahaan pada  28 September 2020.

Intimidasi tersebut dilakukan dengan cara mengirimkan pesan singkat kepada karyawati tersebut yang menawarkan tiga opsi antara lain dimutasi ke Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, membayar ganti rugi, atau akan dilaporkan ke aparat kepolisian.

Bila Nila Rosanti tidak membuat surat pernyataan mengundurkan diri, maka dia harus memilih tiga opsi yang ditawarkan manajemen perusahaan tersebut.

“Saat itu klien kami sedang menjalani rawat nginap di RS TNI-AURI di Desa Laha, Kecamatan Teluk Ambon, namun pihak perusahaan beralasan kalau dia sering sakit dan jarang masuk kerja.

Akhirnya Rosanti disuruh membuat surat pernyataan mengundurkan diri dan menandatanganinya, dan pihak perusahaan hanya membayar uang lembur.

“Untuk uang pesangon dan upah proses penyelesaian dari tingkat bipartit, tripartit, hingga persidangan di PN Ambon klien kami menuntut pembayaran sebesar Rp41 juta,” tandas  Ahmad.

Share:
Komentar

Berita Terkini