Tradisi "Tapur" Idul Fitri Negeri Tengah Tengah Dihadiri Saudara "Sarani" Hatusua dan Abubu

Share:

satumalukuID – Adat istiadat atau tradisi persaudaraan antara negeri-negeri (kampung/desa) Salam (Islam) dan Sarani (Kristen) di Pulau Ambon, Kepulauan Lease, Nusalaut dan Pulau Seram di Provinsi Maluku yang sudah terjalin ratusan tahun, hingga kini masih berjalan baik.

Misalnya saja tradisi “Tapur” di hari raya Idul Fitri. Ini terlihat saat warga Negeri Tengah Tengah Kecamatan Salahuttu Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), kembali melaksanakan tradisi Tapur usai shalat Ied 1 Syawal 1443 H, 1 Mei 2022.

Untuk diketahui, sholat Ied di Negeri Tengah Tengah lebih awal sehari dari penetapan pemerintah melalui Menteri Agama, seperti juga di Negeri Wakal kecamatan Leihitu Pulau Ambon, Maluku Tengah.

Acara tradisi bertepatan Idul Fitri ini telah ada sejak dulu dan diwariskan turun temurun oleh para leluhur sebagai bagian dari budaya yang harus dilestarikan dan dihidupkan oleh setiap generasi.

Tapur sendiri merupakan tradisi memberi makan warga kampung pada Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini tidak hanya dikhususkan bagi warga negeri Tengah Tengah, tetapi semua orang atau negeri yang memiliki hubungan ikatan kekerabatan “pela gandong” dengan Tengah Tengah.

Terkait dengan itu, maka dua negeri “basudara” yaitu Negeri Abubu di Pulau Nusalaut (Maluku Tengah) dan Hatusua di Seram Bagian Barat (SBB) dengan Tengah Tengah juga diperuntukkan bagi warga dua negeri tersebut meski berbeda agama.

Dalam catatan Abdullah Leurima, warga Tengah Tengah yang juga wartawan RRI Ambon, disebut tradisi ini juga berlaku bagi marga Leiwaherilla di Negeri Hutumury Leitimur Selatan Kota Ambon yang memiliki sejarah asal usul dari Negeri Tengah Tengah.

Karena itu, setiap momen Hari Raya Idul Fitri, warga Negeri Abubu, Hatusua dan Hutumury selalu menyempatkan diri datang ke Tengah Tengah, namun kebanyakan yang datang berdomisili di Kota Ambon.

Tapur Idul Fitri itu disiapkan oleh Pemerintah Negeri, pemuka masyarakat dan orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi. Namun sejatinya, siapa pun dibolehkan menyiapkan tapur sepanjang merasa berkecukupan.

Sebelum dibawa ke masjid, Tapur diarak keliling kampung dengan tifa rebana dan tarian hadrat yang atraktif. Malamnya, setelah Khatam Qur’an, Tapur yang memenuhi seluruh ruangan dan pelataran masjid diperebutkan oleh tiga negeri basudara untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing.

DIHADIRI RAJA HATUSUA

Sementara itu, Raja (kepala desa) Negeri Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Petrus Tuhuteru ikut menghadiri tradisi Tapur di Negeri Tengah Tengah tersebut, Minggu (1/5/2022).

Dijumpai wartawan di sela-sela Khatam Qur’an di Masjid An-Nikmah Tengah Tengah, Raja Negeri Hatusua dengan bangga menyebut Tradisi Tapur sebagai salah satu tradisi leluhur yang hanya ada di Negeri Tengah Tengah dan sarat akan nilai-nilai persaudaraan yang hakiki.

Tradisi ini meneguhkan nilai-nilai pela gandong antar sesama orang basudara di Maluku, sekaligus menjadi perekat hidup antar sesama umat beragama sesuai dengan fitrah dan jati diri anak-anak Maluku.

“Tradisi Tapur ini setiap tahun katong dari Hatusua selalu datang.Yang menarik dari tradisi ini, katong semua bisa bakumpul, baik dari pela Hatusua, Abubu, maupun keluarga dari Hutumury,” ungkap Tuhuteru, dengan dialek Ambon.

Ia berharap, tradisi Tapur ini terus dihidupkan dan ditngkatkan pada tahun-tahun mendatang, agar di Hari Raya Idul Fitri menjadi tradisi Kumpul Orang Basudara. (SM-05)

Share:
Komentar

Berita Terkini