Kultur Musik Sebagai Instrumen Perdamaian di Ambon Kota Musik Dunia

Share:

Multikultural menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman dan berbagai macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat terutama yang menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang dianut.

Banyak suku dan ras yang mendiami Kota Ambon, antara lain: Arab, Buton dan Tionghoa, terdapat pula Suku Minahasa, Jawa, Minang yang telah lama datang ke Ambon.

Sebagai keturunan langsung suku-suku Alifuru, penduduk asli Maluku yang merupakan rumpun ras Papua-Melanesoid (Melanesia) yang berkulit gelap.  Kita ketahui bahwa dahulu Kota Ambon sangat termasyur hingga ke seluruh dunia dan dijadikan tempat tujuan negara-negara Eropa untuk mencari 3 G, Gold (kekayaan), Glory (kejayaan) dan Gospel (misi penginjilan). Kemudian dalam hubungannya dengan misi penginjilan ini maka muncullah musik.

Secara umum, musik itu sendiri memiliki peran penting didalam masyarakat, karena memiliki estetika (keindahan) untuk didengarkan, dirasakan serta mampu mengubah masalah-masalah krusial didalam masyarakat, seperti keberagaman (heterogenitas), konflik agama, konflik antar suku. Irama dari beragam budaya dapat mendorong sikap yang lebih toleran.

Kemampuan Musik dapat dipergunakan untuk mengatasi batasan-batasan didalam masyarakat dan memiliki kekuatan untuk menyatukan orang. Musik dapat dijadikan jembatan untuk memahami sebuah peradaban atau budaya. Kebiasaan mendengarkan musik dalam durasi  lama akan membawa perubahan dalam sikap seseorang tentang mengantisipasi keragaman.

Kolaborasi musik antar budaya cukup memiliki kekuatan, dapat mengubah sikap masayarakat, sehingga mendorong musisi untuk bereksperimen dan berkolaborasi dengan orang dari berbagai budaya lain. Konteks yang dijelaskan ini semua terdeskripsi dalam keseharian (daily activities) masyarakat Kota Ambon.

Perjalanan Ambon menjadi Kota Musik Dunia yang diakui UNESCO pada tanggal 31 Oktober 2019 di  Paris bertepatan dengan perayaan Hari Kota Dunia, telah membuktikan bahwa musik  sebagai instrumen perdamaian (Instrument of Peace) dengan dipengaruhi oleh konflik berdarah di masa lalu, maka kota ini sepenuhnya menyadari bahwa budaya terutama musik, sangat membantu mengeliminasi ketegangan dan membangun hubungan-hubungan sosial-ekonomi antar penduduk dan lingkungan.

Menjaga perdamaian dan keharmonisan antara orang Ambon dan memastikan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs 2030) adalah dasar untuk perencanaan dan pembuatan rencana strategis pembangunan Kota Ambon. Sejalan dengan pembangunan infrastruktur yang konsisten dan penciptaan program untuk industri kreatif, Ambon juga merupakan salah satu pusat terpenting untuk pengembangan budaya berdamai (Culture of Peace)  di Indonesia dan dunia.

Pada saat yang sama, melalui jaringan kota kreatif (Creative Cities Network) akan dapat membangun kemitraan dengan kota-kota lain di seluruh dunia dimana budaya ini merupakan faktor perubahan dan pembangunan serta penggunaan praktik-praktik baik yang dikembangkan oleh kota itu sendiri dan berbagi pengalaman akan membuat Ambon berubah menjadi jejaring penting dalam dialog global. mengenai peran sektor kreatif untuk pusat-pusat kota, atau, lebih luas, wilayah dan pengembangan daerah urban (urban development).

Seperti yang telah dilakukan di beberapa kota musik dunia seperti di Adelaide, Mannheim, Katowice, Hannover, Daegu, Teongyong, Hamamatsu dan lain sebagainya. Ketertarikan untuk mempelajari kekuatan music sebagai wahana atau instrument perdamaian membawa kota Ambon sebagai masuk sebagai salah satu nominator inovasi pelayanan public dari United Nation Public Service Award 2020.

Kota Ambon merupakan kota yang masyarakatnya 90 persen memiliki aliran darah (DNA) dan intuisi bermusik (Music Intuition). Kekuatan inovasi ini terletak pada kultur dan lansekap Ambon yang dianalisis dan dan menjadi starting point  dimulai dari:

1) circle of life (janin, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa dan kematian) sudah terpapar musik;

2) music place driven making (mulai dari pantai sampai pegunungan) memiliki musik dan mengsinkronkan dan menganalogikan  Rhythm sebagai infrastruktur, Melody sebagai kebijakan-kebijakan dan Harmony sebagai program  di Kota Ambon Kota Musk Dunia. Lebih jelasnya budaya bermusik sudah mengakar dalam ritual adat dan agama masyarakat Ambon.

Hal ini dapat dibuktikan oleh Siklus hidup masyarakat (Circle of Life) Kota Ambon sebagai berikut :

JANIN

* Sudah terpapar musik sejak didalam kandungan

* Asupan musik dan lagu-lagu dalam keseharian melalui ibadah pagi dan ibadah malam

* Kebiasaan menyetel musik oleh orang tua setelah bangun pagi (lagu-lagu Pop Rohani Indonesia maupun Pop Rohani Barat)

BAYI

* Digendong sambil menyanyikan lagu-lagu (nina bobo, batu badaong dan naik-naik ke gunung nona)

* Didengarkan lagu-lagu berskala diatonis

* Musik sebagai penenang tangisan bayi

* Kebiasaan menyetel musik setelah bangun pagi dari orang tua (lagu-lagu Pop Rohani Indonesia maupun Pop Rohani Barat)

KANAK-KANAK

* Bernyanyi di ibadah dan sekolah minggu

* Permainan anak-anak diiringi nyanyian

* Secara alami mature dalam musical intelligence

* Terbiasa dengan pitch control yang tepat

* Kebiasaan menyetel musik oleh orang tua setelah bangun pagi (lagu-lagu Pop Rohani Indonesia maupun Pop Rohani Barat)

* Permainan tradisional sambil bernyanyi

REMAJA

* Musik?lagu sentimental (middle Frequency) sebagai penenang  temperamen

* Aktifitas beribadah dan pelatihan persiapan banyak dilakukan dengan bernyanyi terutama pada hari minggu

* Permainan tradisional menggunakan lagu Bingo dan King

* Kebiasaan menyetel musik oleh orang tua setelah bangun pagi (lagu-lagu Pop Rohani Indonesia maupun Pop Rohani Barat)

DEWASA

* Musik/lagu sentimental (middle Frequency) sebagai penenang  temperamen

* Aktifitas beribadah dan pelatihan persiapan banyak dilakukan dengan bernyanyi terutama pada hari minggu

* Permainan tradisional menggunakan lagu Bingo dan King

* Kebiasaan menyetel musik setelah bangun pagi (lagu-lagu Pop Rohani Indonesia maupun Pop Rohani Barat)

KEMATIAN

* Jenazah disemayaman 2-4 hari, dinyanyikan setiap sore hingga subuh (saat malam penghiburan).

* Ibadah selama 3, 7, 40 hari yang dipenuhi nyanyian

* Prosesi menuju makam diawali dan diakhiri dengan brass music

* Ibadah pemakaman dipenuhi lagu-lagu.

Secara teknis, musik memiliki 3 (tiga) aspek yaitu Ritmik, Melodi dan Harmoni. Di kalangan umat muslim, musik hadrat dan sawat lebih dominan kepada penggambaran pola ritmik, sementara di kalangan kristiani lebih banyak bermain dengan pola-pola melodi dan harmoni. Dari sisi musik bila dikolaborasikan akan menghasilkan musik yang sempurna. Kesempurnaan akan semakin bernuansa Ambon bila juga diberi sentuhan dengan nada-nada etnik yang memang sudah kaya di Kota Ambon. Ini semua bermuara pada Harmoni dalam kehidupan bermasyarakat Ambon yang cepat menerima pelukan hangat sebagai manifestasi dari Mari Berdamai (culture of peace).

“Musik sebagai instrumen Perdamaian”  dalam implementasinya diharapkan dapat menciptakan industri musik yang dihasilkan dari kreativitas masyarakat Kota Ambon berbasis perdamaian yang sejalan dengan tujuan ke-16 SDGs yaitu perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kuat yang bertujuan mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua level. Hal ini sangat didukung pula oleh visi Pemerintah Kota Ambon yaitu menjadikan Ambon sebagai kota yang harmonis, religius dan sejahtera.

Kekuatan kearifan lokal pela-gandong dalam balutan musik sudah seharusnya menjadi nafas dan pergerakan nadi masyarakat kota Ambon untuk memperkaya rasa damai buat Maluku, Indonesia dan Dunia.

Penulis: Ronny Loppies, adalah Direktur Ambon Music Office (AMO) dan Focal Point of Ambon UNESCO City of Music.

 

 

Share:
Komentar

Berita Terkini