Kesal Penanganan Covid-19, Ketua Sinode GPM: Kami Bantu Pemerintah, Tapi Masyarakat Harus Makan

Share:

satumalukuID- Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) Pdt. Ates J.S Werinussa, tampak kesal dengan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.

Dia menilai Pemkot Ambon tak mampu mengendalikan publik. Buktinya, penyebaran Covid-19 di ibukota Provinsi Maluku ini semakin meningkat.

Kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Kota Ambon, Sabtu (13/6/2020), Ates meminta Pemkot  Ambon, untuk menerapkan konsep penanganan Covid-19 yang jelas. Jangan sekedar menggonta-ganti regulasi, yang sampai saat ini belum membuahkan hasil. Penanganan Covid sesuai keinginan masyarakat untuk terbebas dari wabah virus mematikan itu belum lagi terlihat.

“Masyarakat ini butuh bantuan, silahkan bikin Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau setan apa namanya, silahkan. Yang penting ketahanan ekonomi masyarakat dijaga,” tegas dia.

Kalau masyarakat lapar, kata Ates, mereka bisa ribut. Itu yang dia sampaikan dengan suara agak keras, karena pihaknya sudah stres bersama rakyat.

“Kami tokoh agama membantu pemerintah, tapi yang penting masyarakat harus makan,” tandasnya.

Sebagai tokoh agama, Ates mengaku, pihaknya telah bekerja maksimal. Ini terbukti dengan tidak ditemukannya penyebaran virus di tempat-tempat ibadah. Tapi, sebaliknya dia merasa kerja keras para tokoh agama, tidak diikuti oleh Pemkot Ambon. Pasalnya, penyebaran virus terus meningkat pesat di area-area publik yang terus dibiarkan terbuka.

“Kuncinya cuma mengendalikan aktivitas masyarakat. Kami sudah mengendalikan umat, oleh karena itu rumah ibadah tidak menjadi titik penyebaran. Yang ada ini di area publik yang dikendalikan pemerintah. Kami himbau Pemerintah Kota Ambon harus punya konsep yang jelas, bukan sekedar tukar menukar regulasi,” ujarnya.

Ates kembali menekankan adanya regulasi yang jelas diterapkan Pemkot Ambon. Pasalnya, hingga saat ini masyarakat masih bingung, apakah yang diterapkan saat ini adalah Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) sesuai peraturan Walikota Ambon atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dari Kementerian Kesehatan RI.

“Diganti-ganti, ada PKM, PSBB, setelah ini apalagi. Tapi tingkat penularan tetap tinggi. Masa 400 penduduk penularannya saja tidak bisa kita atur dan dalam satu daratan. Tokoh agama sudah kerja maksimal, tidak ada rumah gereja masjid atau jadi titik penyebaran, yang ada ini dari ruang publik yang kewenanganannya ada di pemerintah,” sesalnya.

Ates mengingatkan kepada Pemkot Ambon untuk bisa mengendalikan aktivitas publik. Dia yakin, pengendalian ruang publik secara maksimal dapat mengurangi penyebaran Covid. Seperti pengendalian pasar dengan cara penguraian, bukan pembatasan jam operasional.

“Urai pasar itu menjadi beberapa titik. Kalau jam opersional tidak diperpanjang, orang terburu-buru, saya sampaikan ke pimpinan Gugus Tugas, sampaikan ke Pemerintah Kota kalau pasar itu arena publik, dan jadi titik penularannya di situ, ya kita bikin beberapa titik, seperti A.Y Patty ditutup dijadikan pasar seperti di Salatiga. Kan tugas kita mengurai kerumunan,” harapnya.

“Saya tidak tahu apa motivasi, tapi sebagai rakyat, kami merasa kasihan karena rakyat terus alami penularan dan sebagai tokoh agama kami berdoa dan optimis menghadapi situasi ini, jangan putus asa, semoga pemerintah sanggup melaksanakan,” tuturnya.

Dalam pertemuan dengan tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, Ates menyampaikan agar pengambilan kebijakan dalam penanganan virus mematikan tersebut hanya satu sumber.

“Tadi saya usulkan, satu saja Gugus Tugas, kalau tidak bisa, tentara dan polisi ambil alih saja karena buktinya kita sudah kerja maksimal tapi tingkat penularan terus naik. Berarti kita tidak bekerja, bagi saya, (pemerintah) tidak serius, sekedar wacana-wacana. Menyelesaikan ini bukan hanya sekedar wacana,” tandasnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini