Minim Kontribusi Pembangunan di Kei Maluku Tenggara, Gelar Adat Murad Ismail Dipertanyakan

Share:

satumalukuID – Dinilai minim berkontribusi dalam program pembangunan di Kepulauan Kei Maluku Tenggara (Malra), Provinsi Maluku, pemberian gelar adat untuk Gubernur Maluku Murad Ismail dan istrinya Widya Ismail dipertanyakan.

Hal itu disampaikan salah satu tokoh masyarakat Kei, Dr. H. Djamaludin Koedoeboen SH MH melalui keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Sabtu (23/7/2022).

Ia menyatakan, sebagai salah satu tokoh masyarakat Malra dan Kota Tual, yang berdomisili sementara di Jakarta dirinya pertanyakan keputusan para Raja Loorsiu dan Loorlim yang memberi gelar adat kepada Gubernur Maluku Murad Ismail di Danar.

“Kalau dicermati secara baik maka sesunguhnya tidak ada prestasi Gubernur Maluku yang signifikan, bahkan tidak ada program beliau yang bombastis di Maluku Tenggara dan Kota Tual yang perlu diapresiasi berlebihan oleh Bupati dan para Raja di Kepulauan Kei,” ungkapnya.

Djamaludin menduga, pemberian gelar adat itu hanya lebih karena kepentingan Bupati Malra yang ingin dilindungi berbagai kasus hukumnya yang selama ini telah mengemuka di ruang publik dan untuk kepentingan keberlangsungan kepemimpinan tahun 2024.

“Ini mainan anak-anak kecil sebenarnya. Hanya saja para tokoh di daerah kita tidak berdaya, bahkan patut diduga karena ada iming-iming duit untuk para tokoh kita ini, jadi silakan dicek saja, semoga dugaan saya ini salah,” imbuhnya.

Ia bilang, bila dicermati, dalam statemen bupati pada saat acara tersebut yang mengancam para camat dan kepala desa yang tidak hadir agar menjauh dari beliau, bahkan pergi dan tinggalkan daerah Kei, karena mereka tidak pantas dan layak mendiami negeri Kei, telah menujukan sikap pemimpin yang arogan dan tidak paham apa itu adat, pemerintahan dan pemberian gelar adat, apalagi penobatan itu bukan di Kota Langgur, akan tetapi di kampungnya Bupati, ini sebuah pelecehan adat dan pemerintahan.

Menurut Djamaludin Koedoeboen, semestinya bupati sadar bahwa dia tidak punya hak untuk memaksakan setiap orang untuk datang dan hadir di acara tersebut, karena itu bukan acara kenegaraan, karena para camat dan kepala desa itu adalah perangkat negara, bukan sebaliknya.

“Tanah Kei itu milik semua orang Kei, bahkan bisa dikatakan milik semua orang yang lahir dan besar disitu, bukan milik bupati atau gubernur, kalau masyarakat diusir dari rumah pribadi para pemimpin itu maka masih bisa dipahami, walau itu bukan contoh yang baik,” paparnya.

Pada sisi lain kata Djamaludin, pemberian gelar adat semestinya diberikan kepada orang yang tahu adat, adab dan sopan santun sebagai seorang pamong di daerah. Bukan sebaliknya, kepada orang yang selama ini menunjukan sikap arogan, sombong dan cenderung tidak menghargai masyarakatnya sendiri, dengan tidak mau menerima saran dan kritik masyarakat.

“itu miris sekali dan melukai hati nurani dan rasionalitas publik, karena seolah kita semua dianggap “bodoh” tidak tahu apa-apa, oleh oknum-oknum para tokoh yang lainya termasuk bupati,” sentil Djamaludin.

“Saya pikir DPRD Malra segera ambil sikap politiknya untuk bentuk Pansus, terkait perlu atau tidaknya para raja atau tokoh adat kita berikan gelar kepada sesorang, dengan syarat dan kriteria yang ketat, sehingga jangan ada kesan bahwa adat kita terlalu murah dan hanya untuk diperjualbelikan, dipergunakan dan dimanfaatkan hanya di saat ada momentum politik. Tapi betul-betul gelar itu diberikan bagi siapa yang dianggap miliki kelayakan dan kepantasan,” sambungnya.

Ia menambahkan, semestinya yang perlu dipikirkan bersama adalah menempatkan para raja di tempat yang terhormat dengan berbagai kepantasan yang terukur dan berkesinambungan oleh pemerintah daerah, sehingga tetap terjaga dan lestari kebesaran para raja atau tokoh adat itu.

“Jangan habis acara pulang naik ojek dan kehidupan keseharian mereka juga miris, hanya karena acara adat sudah selesai jadi mereka pun sudah hilang kebesaran adatnya. Ini yang harus dipikirkan bersama. semoga pandangan ini sekedar jadi bahan evalusi dan renungan kita untuk perbaikan kedepan yang lebih baik. Tabe hormat imbesa Un Rat Loorsiu – Loorlim,” tutupnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini