Kemendikbudristek Dukung Pelestarian Tarian Cakalele di Pulau Banda

Share:

satumalukuID – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendukung pelestarian tarian Cakalele dengan menyelenggarakan festival tarian Cakalele di Banda Naira, Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

“Festival ini tidak sekadar mempertemukan masyarakat dari delapan kampung adat di Pulau Banda secara bersama-sama, tetapi juga merupakan bagian dari upaya melestarikan budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat,” kata Dirjen kebudayaan Kemendikbud Ristek, Hilmar Farid saat membuka Festival tarian Cakalele di Banda Naira, Senin (20/6/2022).

Festival Tarian Cakalele merupakan salah satu tradisi budaya yang digelar dalam rangka mengisi Muhibah Budaya Jalur Rempah tahun 2022, khususnya pada titik Banda Naira yang terkenal sebagai lokasi titik Nol Jalur Rempah khususnya rempah pala.

Menurut Dirjen, Cakalele bukan sekadar tarian biasa yang ditampilkan atau dipertontonkan pada khalayak dan masyarakat umum semata tetapi memiliki unsur ritual di dalamnya, serta untuk melakoni atau memeragakannya dibutuhkan persiapan yang memakan waktu lama.

“Saya bisa menangkap ada ungkapan syukur bahwa pada akhirnya tarian Cakalele dari delapan kampung adat ini bisa dipertemukan dalam sebuah festival, sekaligus disaksikan langsung oleh saudara-saudara Wandan dari Kepulauan Kei, Maluku Tenggara, yang merupakan anak cucu keturunan Banda,” katanya.

Muhibah budaya jalur rempah tahun 2022, katanya menjadi momentum penting bagi warga Wandan untuk datang melihat kampung halaman leluhurnya yang telah ditinggalkan sejak empat abad lalu.

Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek mengundang dan memfasilitasi kunjungan Basaudara Wandan dari Kepulauan Kei dipimpin Rajanya Bashar Alimuddin Latar yang telah tiba di Banda Naira pada 16 Juni 2022.

Basudara Wandan adalah anak cucu keturunan Banda yang sekarang menetap di Kepulauan Kei dan dikenal dengan Negeri Banda Ely dan Banda Elat. Mereka terusir dan selamat dari pembantaian VOC tahun 1621, karena menolak usaha monopoli perdagangan pala dan dan fuli (rempah-rempah) di Kepulauan Banda.
Sejatinya makna festival tersebut menurut Dirjen, adalah keterlibatan masyarakat secara luas dan mendalam dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya dan adat istiadat yang diwariskan para leluhur dan masih dipertahankan dan dilestarikan hingga kini.

“Seharusnya beginilah acara kebudayaan digelar dan betul-betul melibatkan masyarakat secara penuh. Masyarakat yang bergerak dan menjadi ujung tombak kebudayaan yang masih terpelihara, kami (Ditjen Kebudayaan) hanya fasilitasi agar terlaksana,” katanya.

Peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 yang tiba dengan KRI Dewaruci di Banda Naira menyatakan kekaguman dan kebanggaan dapat menyaksikan tarian Cakalele yang diperagakan masyarakat dari delapan kampung adat di Kepulauan Banda.

“Nama Kepulauan Banda sudah sangat terkenal dan melegenda karena keharuman rempah pala di jaman dahulu sehingga membuat bangsa Eropa mencari dan menguasainya. Saya bangga dan senang bisa sampai di Banda terutama menyaksikan langsung tarian Cakalele,” Noval Karom (23), Laskar Rempah asal Provinsi Jawa Barat.

Menurut dia warisan budaya peninggalan leluhur ini perlu dilestarikan, dijaga dan dikembangkan oleh masyarakat Banda, sehingga tidak terkikis dan termakan perkembangan jaman atau globalisasi dan modernisasi.

“Saya baru pertama kali menyaksikan tarian Cakalele, apalagi sekaligus ditampilkan dari delapan desa. Ini luar biasa dan perlu dijaga dan dilestarikan, serta turunkan kepada generasi muda serta anak-anak,” ujarnya.

Peserta Muhibah Jalur Rempah asal Sulawesi Tengah, Jeane Pombaela juga menyatakan apresiasinya dan kegembiraan luar bisa dapat menyaksikan salah satu tradisi masyarakat di Pulau Banda itu.

“Sulit diungkapkan dengan kata-kata. Pulau Banda tidak saja terkenal karena rempah pala yang mendunia, tetapi juga kaya beragam budaya dan tradisi. Ini di luar ekspektasi saya,” ujar Jeane.

Wanita kelahiran Poso ini mengaku terpesona, tidak hanya tarian Cakalele, tetapi juga tari Siamale dan Tari Wana yang diperagakan warga, disamping keramahan dan kesopanan warga Banda yang membuat para pendatang menjadi betah dan dihargai.

Share:
Komentar

Berita Terkini