DPRD Nilai Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah Lambat Tangani Persoalan Kontingensi

Share:

satumalukuID – Komisi I DPRD Maluku menilai Pemkab Maluku Tengah lambat dalam menangani setiap persoalan kontingensi yang terjadi di wilayah mereka seperti konflik Kariuw dengan Dusun Ori dan Pelauw atau pun Sepa-Tamilouw.

“Persoalan Kariuw dengan Pelauw dan Dusun Ori sebenarnya merupakan masalah lama yang tidak diselesaikan hingga tuntas oleh Pemkab Malteng dan ada kesan terjadi pembiaran dan lambat dalam melakukan penanganan,” kata anggota komisi I DPRD Maluku, Alimudin Kolatlena di Ambon, Senin (18/4/2022).

Penegasan Alimudin disampaikan dalam rapat kerja komisi dengan Plt. Sekda Maluku, Sadli Ie dan Plt. Kabiro Kesbangpol, Danny Indei untuk membahas penanganan pengungsi Kariuw.

Menurut dia, penanganan oleh Polda Maluku sendiri sudah melebihi tupkosi mereka dan menghabiskan anggaran kontingensi dari Mabes Polri sebesar Rp1,2 miliar dari total dana Rp2,5 miliar.

Sama halnya dengan Mumin Refra (anggota Komisi I) yang mengapresiasi kerja Polda Maluku dan menilai Pemkab Malteng sangat tidak responsif dengan berbagai masalah yang terjadi di wilayahnya.

“Kalau dibiarkan berlarut-larut maka bisa berdampak pada kesuburan isu negatif yang bermunculan,” ujarnya.

Kewenangan Pemkab

Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku, Jantje Wenno mengingatkan bila merujuk pada UU Nomor 7 tahun 2012 maka mestinya ini menjadi kewenangan Pemkab Maluku Tengah.

“Mereka yang harus membentuk tim dan berinisiatif untuk menggagas bagaimana bisa merajut perdamaian antara warga Kariuw dan Pelauw serta Dusun Ori agar para pengungsi bisa kembali ke negerinya,” kata Jantje.

Pemprov Maluku hanya membantu untuk penanganan masalah seperti itu, kalau didasarkan pada UU Nomor 7 tahun 2012 dan Permendagri

Namun, sejak 26 Januari 2022 ketika terjadi gejolak sampai hari ini, sayangnya Pemkab Malteng itu tidak melakukan sesuatu langkah yang konkrit, padahal Pemprov sudah membentuk tim penanganan konflik, sementara di Malteng sampai saat ini belum terbentuk.

Untuk itu DPRD mendorong Pemprov untuk tidak membiarkan kondisi seperti ini dan harus melakukan intervensi dan koordinasi dengan Pemkab Malteng untuk berinisiatif membentuk tim.

“Hari ini aparat TNI dan Polri yang ditempatkan di kawasan itu sudah mendekati angka 400 personel dan ini menjadi beban kita semua, sementara APBD provinsi relatif kecil,” ujarnya.

Penggunaan anggaran kontingensi oleh Polda Maluku sendiri selama tiga bulan terakhir ini sudah mencapai Rp1,2 miliar dari anggaran Rp2,5 miliar yang berasal dari Mabes Polri, itu pun setelah di fokus ulang.

Plt. Sekda Maluku, Sadli Ie mengatakan Pemkab Malteng tidak lagi merespon penanganan konflik Kariuw maka harus diberitahukan agar menjadi dasar bagi Pemprov untuk intervensi.

“Namun, prinsipnya kita siap untuk segera menyelesaikan persoalan pengungsi Kariuw,” ucapnya.

Sebab tim penanganan dan penyelesaian konflik Kariuw di Pemprov sudah terbentuk namun tidak bisa bekerja karena harus menunggu tim bentukan Pemkab Malteng untuk bergerak lebih awal.

Apalagi ada keinginan dari warga Kariuw dan Pelauw yang berkeinginan menemui langsung Gubernur Maluku Murad Ismail, tentunya sangat baik, sehingga Plt. Sekda akan memediasi rencana pertemuan dimaksud dengan melaporkannya secara langsung kepada gubernur.

Plt. Kepala Biro Kesbangpol Setda Maluku, Danny Indei menjelaskan, Pemprov telah membentuk tim terpadu untuk penanganan konflik Kariuw sesuai Permendagri Nomor 42 tahun 2015 tentang pelaksanaan koordinasi penanganan konflik sosial.

“Pembentukan tim terpadu ini juga harus dilakukan Pemkab Malteng agar bisa disusun rencana aksi terpadu, dan hal ini sudah disampaikan sejak tanggal 26 Januari 2022 saat berlangsung pertemuan secara virtual dengan Menkopolhukam yang berlangsung di ruang Wagub Maluku,” katanya.

Kemudian hasil koordinasi Menkopolhukam dengan Kemendagri juga akan memfasilitasi penyelesaian batas-batas desa antara Pelauw dengan Kariuw dan dusun-dusun sekitarnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini