Penanganan Lambat, GMKI dan GMNI Ambon Tagih Janji Pemprov Maluku soal Masalah Warga Kariuw

Share:

satumalukuID – BPC GMKI dan DPC GMNI Ambon menagih janji Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku untuk menyelesaikan persoalan konflik antara Dusun Ori Negeri Pelauw dan Negeri Kariuw di Pulau Haruku, kabupaten Maluku Tengah.

Demikian rilis dari Ketua BPC Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ) GMKI) Ambon, Josias Tiven kepada media ini Rabu (16/3/2022) di Ambon.

Dijelaskan, sudah hampir dua bulan konflik di Pulau Haruku itu belum ada sinyal penyelesaian secara tuntas oleh Pemprov Maluku. “Sangat lambat penanganannya,” ujar Tiven.

Baik GMKI maupun GMNI menyesalkan lambatnya penyelesaian oleh Pemprov Maluku berkaitan dengan masalah lahan atau batas wilayah dan sampai saat ini belum ada benang merah yang menyatukan persepsi antra Negeri Kariuw dan Ori.

“Warga Kariuw sampai kini masih berada di pengungsian akibat konflik tersebut,  Pemprov Maluku seharusnya lebih responsif dengan persoalan konflik sosial seperti ini, karena yang terjadi  akhir-akhir ini tumbuh subur. Namun tidak ada kejelasan dan kepastian penyelesaianya,” katanya.

Seperti diketahui, pada 31 Januari 2022 GMKI dan GMNI Ambon malakukan aksi demontrasi di depan kantor Gubernur Maluku untuk mendesak Pemprov segera ambil langkah preventif agar perseteruan dua kampung itu dapat diselesaikan, namun sampai saat ini penyelesaian konflik Kariuw dan Ori tersebut masih berada diambang ketidakpastian.

“Nasib warga Kariuw yang berada di Negeri Aboru belum jelas, kapan mereka dipulangkan ke tempat asalnya, oleh karenanya GMNI dan GMKI Ambon minta pertanggungjawaban janji Pemprov Maluku yang disampaikan, bahwa akan kembalikan orang Kariuw ke tempat asalnya serta merenovasi rumah-rumah akibat konflik tersebut,” ungkap Tiven.

Menurutnya, Pemprov Maluku seharusnya menggunakan pendekatan yang lebih prudent dan akomodatif dalam menyelesaikan persoalan konflik Kariuw dan Ori.

“Pemprov Maluku jangan menutup mata dan mengabaikan masalah itu karena jika tidak diselesaikan, sudah pasti akan sangat berdampak kepada keberlangsungan hidup masyarakat Kariu maupun Ori,” tandasnya.

Pasalnya, lanjut Tiven, pemulihan pasca konflik, baik pemerintah pusat dan daerah berkewajiban melakukan upaya pemulihan secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur.

Sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan konflik Sosial. Bahwa Upaya Pemulihan Pascakonflik yang harus dilakukan Pemprov Maluku dan Pemda Maluku Tengah, yakni Pertama Rekonsliasi; bagaimana Pemprov dan Pemda Malteng bersama pihak-pihak yang konflik untuk melakukan perundingan secara damai,

Kedua Rehabilitasi; bagaimana Pemrintah Provinsi dan Pemda Malteng melakukan rehabilitasi pasca konflik mulai dari pemulihan Psikologi, pemulihan kondisi social ekonomi, keamanan dan ketertiban dan lainnya.

Ketiga Rekonsstruksi;  Pemprov dan Pemda Malteng harusnya fokus untuk melakukan pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau daerah pascakonflik, pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana umum. Namun sampai kini belum ada perkembangan yang dilakukan Pemprov Maluku dan Pemda Malteng.

Tiven menambahkan, saat silaturahmi OKP Cipayung dengan Kapolda Maluku Senin 14 Maret 2022, mereka telah sampaikan agar segera menyelesaikan proses hukum berkaitan dengan konflik Kariuw-Ori. Karena sudah hampir dua bulan masalah ini belum terselesaikan.

“Kami minta Kapolda Maluku dapat mewujudkan tujuan hukum yakni, keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Juga harapkan mendeteksi dini dan berikan peringatan dan perkembangan masalah serta perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat. Serta mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap kamtibmas,” ungkapnya. (SM-05)

Share:
Komentar

Berita Terkini