Oknum Dosen Unpatti Ambon dan Putranya Diduga Sekap dan Siksa Mahasiswi

Share:

satumalukuID- Oknum dosen Fisip Unpatti Ambon, Olivia Rumlus, dan putranya Andre Rumlus, diduga telah melakukan penyekapan dan penyiksaan terhadap Fianti, seorang mahasiswi hingga babak belur.

Wanita 19 tahun yang juga merupakan mahasiswi Unpatti Ambon itu disekap di salah satu rumah keluarga pelaku di bilangan Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon.

Penyekapan dan penyiksaan berlangsung sejak Jumat (25/6/2021) pukul 01.00 WIT. Korban baru disuruh pulang pada pukul 09.00 WIT dengan kondisi mengenaskan.

Mirisnya, kasus itu dilaporkan ke Polsek Baguala tapi tidak diproses hukum. Aparat meminta korban menyelesaikannya secara kekeluargaan.

“Kita datang lapor sekitar pukul 19.00 WIT. Saya menilai Polsek Baguala tidak becus. Rencananya hari Senin besok (28/6/2021), kita akan lapor ke Polresta Ambon,” tegas Hapsa Rahawarin, orang tua korban.

Hapsa mengaku saat datang melapor, polisi meminta pihaknya untuk menyelesaikan secara kekeluargan dengan para pelaku. Sementara saat itu, para pelaku tidak datang di kantor polisi.

“Putri saya disiksa. Bibirnya pecah, wajahnya bengkak dan lebam, tangannya memar. Bahkan motornya diduga dirusakan,” kata Hapsa kepada wartawan di Ambon, Minggu (27/6/2021).

Hapsa mengaku pelaku penyekapan dan penyiksaan putrinya adalah ibu dan kakak dari rekannya sendiri berinisial GR (16).

“Ada beberapa yang pukul beta (saya). Tapi yang beta kenal adalah ibu Olivia dan kakak Andre. Setiap dong tanya beta, dong pukul beta, dong tarik beta rambut,” timpal korban Fianti kepada awak media.

Fianti melanjutkan, saat membuat laporan di Polsek Baguala, petugas piket saat itu sempat bersamanya menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP). Mereka menanyakan orang di rumah tersebut.

“Saat lapor katong (kami) sempat ke rumah itu (TKP). Petugas piket saat itu sempat tanya orang di rumah itu dan mereka membenarkan. Namun saat menghubungi nomor telepon genggam GR dan ibunya sudah tidak aktif lagi. Entah dong (mereka) sengaja bunuh HP (matikan ponsel) beta seng tahu. Tapi setelah itu disuruh selesaikan secara kekeluargaan,” jelasnya.

Mahasiswi Unpatti Ambon ini menjelaskan kronologis penganiayaan bersama yang dialaminya. Berawal dari perkenalannya dengan GR. Korban mengaku telah bersahabat lama. GR kerap nginap di rumahnya, bahkan sebaliknya.

Entah mengapa, belakangan GR jarang di rumahnya. Ia sering mendatangi korban untuk menyampaikan curahan hatinya (curhat), baik mengenai keluarga, pacar dan lain sebagainya. GR, kata korban, enggan dijodohkan orang tua.

“Dia (GR) ini suka dicari oleh keluarganya. Makanya dong (keluarga GR) kira beta yang bawa lari dia. Dong bilang beta sudah pake-pake (pelet). Kakaknya juga pernah ancam beta. Padahal adiknya sendiri yang datang ke beta,” sebutnya.

Singkat cerita, di hari naas itu sejak Kamis (24/6/2021) malam, GR kembali menghubunginya untuk bertemu. Namun korban mengaku tidak bisa karena sedang urusan lainnya.

“Malam itu GR chat untuk ketemu. Dia bilang ketemuan di Pasar Transit Passo. Tapi beta bilang seng (tidak) bisa karena ada urusan,” kata dia.

Saat balik di tempat kos di kawasan Passo, pelaku Olivia dan anaknya Andre ternyata sedang menunggu korban. Leher korban langsung dicekik oleh kakak temannya tersebut.

“Saat dicekik beta bilang beta salah apa. Dong kira beta yang sembunyikan dia. Lalu beta bilang kalau kamong (kalian) mau ketemu dia (GR), mari beta antar ke Pasar Transit,” sebutnya.

Bersama menuju Pasar Transit Passo, GR sudah tidak ada. Dia ternyata sudah menghubungi korban kalau telah berada di Pasar Minggu, Passo.

“Katong ke Pasar Minggu dan beta lihat dia (GR) sudah dipeluk oleh jodohnya Ruben. Saat itu beta langsung bilang “woe ose (kamu) bikin apa di situ”. Dari situ beta langsung ditarik dan dianiya oleh kakaknya,” katanya.

Kekerasan yang dialami korban tak hanya di Pasar Minggu, namun menimpanya juga di Pasar Transit Passo. Bahkan, korban nyaris dihakimi massa di tempat tersebut.

“Saat itu mereka paksa beta naik angkot. Beta juga dipaksa untuk menyerahkan kunci motor beta. Beta dibawa disalah satu rumah keluarga mereka di Passo,” sebutnya.

Di rumah naas itu, Fianti dianiya hingga babak belur. Setiap pertanyaan yang dilontarkan keluarga dari sohibnya itu selalu disertai dengan pukulan.

“Dong baru suru (ijinkan) beta pulang sekitar jam 09.00 WIT. Tapi beta bilang mana beta punya motor. Dong bilang pi lihat sendiri, dan sudah rusak. Katanya orang yang pakai mengalami kecelakaan, tapi beta seng percaya,” ungkapnya.

Terpisah, Kapolsek Baguala Iptu Morlan Hutuhean yang dihubungi satumaluku.id mengaku tidak menerima laporan polisi terkait kasus tersebut.

“Saya sudah cek di SPK 1 dan 2 tidak ada laporan tersebut. Saya ada sementara cek SPK 3,” ungkap Morlan melalui aplikasi Whatsapp-nya.

Menurut Morlan, setiap laporan masyarakat yang disampaikan pasti ada respon dari pihaknya. Buktinya, hingga saat ini tidak ada komplain dari masyarakat.

“Setau saya sesuai arahan saya seluruh laporan dari masyarakat pasti ada respon dari piket tidak ada komplain masyarakat sampai saat ini terkait laporan dari masyarakat ke saya. Kalau bisa tolong sampaikan ke pelapor supaya dihubungi ke saya supaya saya tau siapa yang terima laporan tersebut,” pintanya.

Morlan menekankan, polisi tidak pernah jadi juru mediasi. Semuanya tergantung korban.

“Tidak pernah polisi jadi juru mediasi, tapi semua itu dari korban, kalau korban mintanya demikian polisi tidak bisa mengharuskan supaya buat laporannya,” tandasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, oknum Dosen Fisip Unpatti Ambon tersebut belum dapat dihubungi.

Share:
Komentar

Berita Terkini