Sudah Bayar Uang Muka 18 – 20 Juta ke Pengembang, Akad Rumah di Negeri Tawiri Ambon Belum Jelas

Share:

satumalukuID – Sikap tegas Komisi III DPRD Kota Ambon yang menunggu kedatangan Direktur Utama PT Lestari Pembangunan Jaya, Betty Pattykaihatu untuk dimintai keterangan di Ambon, berawal dari pengaduan sejumlah konsumen, akhir April lalu.

Mereka mengeluh lantaran tidak ada kejelasan dari pengembang

Para warga tersebut mengaku telah menyetor uang muka (down payment/DP) atau deposit senilai Rp18 hingga 20 juta sejak kisaran tahun 2017-2019 lalu. Namun, hingga saat ini belum mendapat kejelasan terkait pembangunan MBR di Negeri Tawiri.

Herry Purwanto, salah satu konsumen yang telah menyetor Rp18 juta lebih mengaku resah, lantaran tidak ada informasi atau kejelasan lanjut terkait dengan pembangunan MBR.

Menurut dia, sudah puluhan orang yang menyetor uang muka, termasuk dirinya. DP yang disetor itu Rp18 juta lebih. Tapi sampai sekarang kita belum dapat kepastian.

Baca Juga: Sudah Disurati Terkait Keluhan Konsumen Rumah Murah di Tawiri, Betty Pattykaihatu Ditunggu di Ambon

Uang muka sebesar Rp18 juta lebih itu, menurut Herry, disetor ke pengembang yang digunakan sebagai Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) oleh Betty Pattykaihatu sebagai dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada MBR.

“Jadi nanti kalau MBR itu sudah ditempati, baru dilanjutkan dengan pembayaran angsuran sebesar Rp.600 ribu per bulan. Angsuran itu dibayar selama 2 Tahun. Tapi sampai sekarang ini kabur, tak ada kejelasan,” sesalnya.

Konsumen lainnya, Roger Taberima mengaku, kedatangan mereka ke DPRD Kota Ambon mewakili 2.000 lebih konsumen lainnya untuk meminta kejelasan pihak pengembang terhadap program rumah KPR yang diperuntukan bagi MBR itu. Yang mana sudah 4 tahun (2017-2021) tidak mendapat kejelasan dari pihak pengembang, soal kapan perumahan yang telah selesai dibangun sejak tahun 2018 itu bisa ditempati.

“Ada sekitar 2.000 lebih konsumen. Dan 4 tahun perumahan ini tidak bisa kita tempati. Kita sudah cari Betty untuk minta bertanggungjawab. Namun Betty bilang itu bukan urusannya, Katanya itu urusan BRI. Jadi kita merasa diputar-putar (diulur-ulur). Dengan itu kita ke DPRD untuk mengadukan hal ini dan meminta DPRD, agar menghadirkan Betty serta pihak-pihak terkait untuk menjelaskan,” pinta Roger.

Diakuinya, semua proses transaksi pembayaran awal atas perumahan itu, diserahkan langsung kepada Betty Pattikayhatu selaku pihak pengembang program subsidi KPR tersebut. Dan jika para konsumen diminta untuk mempersoalkan masalah tersebut ke pihak BRI, maka keliru.

Dia menjelaskan, dalam proses pembelian rumah itu, konsumen diminta membayar DP sebesar 1 persen dari total harga rumah, yaitu sekitar Rp1.410.000. Tetapi dalam perjalanan, ada permintaan lagi dari pengembang. Bahwa untuk kepengurusan sertifikat tanah dan sebagainya, maka sekitar 200 orang lebih itu kemudian menyetor hingga mencapai Rp18-20 juta. Namun tidak ada kejelasan soal kapan rumah tersebut ditempati.

“Dia minta untuk sertifikat katanya 9 juta lebih, kemudian air 7 juta lebih dan sebagainya. Sehingga total mencapai 18 sampai 20 juta lebih yang telah disetorkan ke Betty,” beber Roger.

Dirinya juga mengaku, yang telah menyetor uang sebesar Rp.20 juta ke Betty Pattikayharu itu,ada sekitar 200 orang lebih. Dan seluruhnya diterima langsung oleh Betty.

“Kita selama ini tidak pernah berurusan dengan pihak bank. Kita langsung dengan ibu Betty. Kita dengan bank itu hanya buka rekening. Sekarang yang subsidi pemerintah ini yang kita tahu itu sudah ditutup. Karena pihak bank bilang sudah ditutup, karena 6 bulan tidak ada transaksi apapun dari rekening itu,” tuturnya.

Menanggapi aduan tersebut, Anggota Komisi III, Lucky Upulatu Nikijuluw mengatakan, akan meminta seluruh konsumen untuk mempersiapkan bukti-bukti berupa dokumen. Untuk nantinya dibahas dalam agenda berikut bersama pengembang maupun pihak bank.

 

Share:
Komentar

Berita Terkini