SK Menkes untuk PSBB di Ambon Sudah Seminggu Belum Diberlakukan, Wali Kota Dinilai Lalai

Share:

satumalukuID – Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy secara hukum dinilai telah mengabaikan atau melalaikan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 01.07/MENKES/358/2020 bertanggal 9 Juni 2020 tentang persetujuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang hingga kini per tanggal 16 Juni 2020 atau sudah seminggu belum diberlakukan.

Demikian pendapat pakar Hukum Tata Negara UMI Makassar sekaligus Ketua Peradi Kota Ambon, Dr Fahri Bachmid SH MH kepada media ini melalui whatsapp-nya, Selasa (16/9/2020).

Dijelaskan, mestinya segera setelah SK Menkes ditetapkan/dikeluarkan, maka Wali Kota/Pemerintah Daerah wajib melaksanakan sesuai ketentuan pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Pasalnya, rumusan norma ketentuan pasal 12 mengatur “Dalam hal pembatasan sosial berskala besar telah ditetapkan oleh menteri, pemerintah daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk secara konsisten mendorong dan mensosialisasikan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat”.

Dengan demikian,  menurut Fahri, ini merupakan kewajiban Pemerintah Daerah/Wali kota untuk segera menindaklanjuti produk keputusan Menteri sebagaimana mestinya, termasuk mengeluarkan Peraturan Wali kota (Perwali) yang lebih teknis sebagai tindak lanjut sesuai kebutuhan dan kepentingan kota Ambon.

“Ini harus dibaca dalam konteks yang bersifat segera, karena sesuai ketentuan pasal 8 Permenkes No. 9/2020, Menteri menetapkan PSBB untuk wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan penetapan. Jadi semua prosedur ini harus dilihat dan dimaknai dalam konteks keadaan kedaruratan sebagaimana diatur dalam UU RI No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang sifatnya segera,,” ungkap Fahri yang pernah masuk dalam tim pengacara Jokowi-Maruf pada sengketa Pilpres lalu.

Karena itu, ia menyatakan, jika dilihat secara normatif, dalam SK Menkes tentang PSBB Kota Ambon disebutkan secara jelas dalam diktum kelima bahwa Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, maka Wali kota wajib bersikap responsif atas kebijakan hukum yang semestinya dilakukan sesuai kaidah serta prinsip otonomi daerah.

Sebab, lanjutnya, ketika SK Menteri terkait PSBB telah dikeluarkan maka semua kebijakan “beleeid” Wali kota/Daerah yang sudah dikeluarkan sebelumnya seperti Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) dengan Perwali Nomor 16 tahun 2020 harus dihentikan dan disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat, sehingga ada keseragaman dan konsistensi untuk  menerapkan kebijakan hukum dalam makna PSBB dimaksud.

Menurutnya, dengan sifat darurat saat ini, Wali kota saat mengusulkan PSBB ke Menkes mestinya sudah menyiapkan aturan pelaksanaannya. Sehingga ketika Menkes setuju PSBB maka sudah bisa segera diberlakukan. “Aneh. Menkes dan tim bekerja cepat sesuai usulan Wali kota yang sudah dijelaskan soal kajian epidemiologi dan transmisi lokal virus corona di Ambon. Kok SK Menkes sudah seminggu tidak diberlakukan?,” ungkapnya.

Dari aspek hukum, tambah Fahri, hal ini sudah sangat terlambat dalam melaksanakan Keputusan Menkes. “Jangan sampai Pemkot Ambon sebagai subjek hukum berpotensi digugat di pengadilan oleh warga negara atas dasar Hak Atas Kesehatan “Human Right to Health” yang telah dijamin dalam konstitusi karena dikualifisir abai/lalai dalam melaksanakan kewajiban konstitusionalnya untuk melindungi warga negara, karena itu merupakan sarana perlawanan secara konstitusional yang dapat dilakukan oleh warga negara. Jadi harus hati-hati dan bijak dalam mengelola pemerintahan,” tegas Fahri.

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah Ketua LBH Fakultas Hukum Unpatti Ambon, Dr Sherlock Helmes Lekipiouw SH MH, berpendapat senada dengan kolega nya itu.

Namun ia menambahkan, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, khususnya bagi pejabat pemerintahan, maka Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjadi landasan hukum yang dibutuhkan guna mendasari keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Karena itu, menurut Sherlock, dalam konteks pelaksanaan PSBB yang sudah disetujui oleh pemerintah pusat melalui Keputusan Menkes seharusnya Wali Kota Ambon menerbitkan Keputusan Wali Kota untuk menjelaskan soal substansi pelaksanaan PSBB sehingga ada kepastian hukum. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 5 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan tersebut.

Ditegaskan Sherlock, kenapa penting untuk diterbitkannya SK Wali Kota dimaksud?

“Hal ini karena ada kondisi hukum dimana antara usulan Pemkot Ambon dan persetujuan Menkes untuk PSBB, Wali kota sudah menerbitkan Perwali 16/2020 yang dalam pelaksanaan PKM akan selesai pada tanggal 22 Juni 2020. Oleh karena itu, untuk mengisi kekokosongan hukum tersebut dan untuk melaksanakan SK Menkes maka Wali kota harus menerbitkan SK Wali kota segera,” jelasnya.

Sherlock menambahkan, oleh karena tidak ada kepastian hukum dari Wali kota makanya kondisi saat ini menimbukan kerancuan di masyarakat.

Di saat terpisah, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Kota Ambon, Joy Adriansz, yang dikonfirmasi tentang kapan PSBB diberlakukan memberikan pernyataan pendek saja.

“Rancangan Perwali masih dalam perbaikan dan konsultasi dengan Pemprov. Maluku,” katanya.

Sedangkan Wali Kota Ambon yang dikonfirmasii melalui akun Whatsapp nya, tidak meresponi. (NP)

 

Share:
Komentar

Berita Terkini