satumalukuID – Sore itu cuaca cukup bersahabat. Saya punya janji dengan salah satu teman, yang akrab saya sapa dengan Mbak Erika.
Kami janjian berjumpa di kawasan M Blok Space, yang berada di daerah Blok M, atau seberang Kejaksaan Agung di bekas Perumahan Peruri. Tepatnya pada salah satu cafe yang ada di situ, yakni Kedai Kopi Katong. Nama kedai ini melekat dengan bahasa khas Indonesia Timur. Kata ‘Katong” untuk Kota Ambon atau Kupang artinya “kami”.
Kedai Kopi Katong atau lebih dikenal dengan Kedai Katong, adalah usaha rumah kopi milik salah satu personil Slank berdarah Maluku, Ridho Hafiedz. Dia bersama sang istri Seroja Hafiedz membuat kedai tersebut, bareng sahabat mereka, musisi Once Mekel.
Aroma kuliner khas masakan Ambon dan Manado langsung menyambut saya dan Erika, ketika melangkah masuk ke dalam Kedai Katong.
Saya dan Erika memesan menu andalan Kedai Katong, yakni Kopi Rempah. Lalu untuk makanannya, kami memesan panada, sebuah kue khas Manado berbahan roti dengan isi ikan cakalang suwir dan penganan khas Ambon, gogos, mirip lemper tapi isinya dari ikan dan dimasak dengan cara dibakar.
Rasanya benar-benar asli khas Manado dan Ambon. Rasa rindu saya akan rumah, seketika terobati saat menyantap menu-menu tersebut. Porsinya juga cukup banyak dari yang biasa saya temui, sehingga tentu sangat mengenyangkan.
Usai makan, tak sengaja saya bertemu dengan Tante Ony Serojawati, istri dari Om Mohammad Ridwan Hafiedz yang akrab dikenal dengan nama Ridho. Saya lebih familiar menyapa mereka dengan sebutan tante dan om, karena kebetulan saya dan Om Ridho berasal dari satu kampung yang sama, yakni di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.
Sebelumnya saya memang sudah berencana menemui mereka buat ngobrol mengenai Kedai Katong ini. Beruntung hari ini, meski belum janjian, tapi pas datang bisa ketemu Tante Ony.
Menurut Tante Ony, niat awal pihaknya ingin memperkenalkan Maluku kepada banyak orang. Kalau pun mereka belum berencana ke sana, setidaknya mereka tahu ada kopi dan teh rempah di Timur Indonesia.
“Melalui story teller yang kita sampaikan, bahwa teh rempah dapat membuat badan hangat terutama saat tidak enak badan, atau dapat membuat rileks, akhirnya banyak anak muda yang menyukainya,” tutur ibu dari Marco Maliq Hafiedz, Omar Hakeem Hafiedz dan Stella Aisha Hafiedz ini, penuh semangat.
Dia selalu percaya bahwa diplomasi dapat melalui apa saja. Seperti misalnya saat ngopi bersama teman-teman, pasti kita akan ngobrol mengenai isu apa saja. Kadang juga berdiskusi untuk mencari jalan keluar atau kata sepakat.
“Saat ini lebih luas lagi diplomasinya, yakni melalui pendekatan kuliner,” ujarnya.
Menurut Ony, ada kebanggan sendiri ketika melihat anak muda yang duduk dan menikmati kopi maupun teh rempah di kedainya.
“Saya percaya konsumen dengan usia 20 tahunan yang datang menikmati kopi maupun teh rempah, pasti sudah mendengar dahulu cerita tentang rasanya. Sebab saya percaya informasi dari mulut ke mulut itu lebih berpengaruh. Senang melihat mereka menikmatinya dan itu bukan kopi atau teh di brand kopi terkenal,” paparnya.
Orang Ambon Gila Ngopi
“Di Ambon sudah jauh lebih lama terkenal dengan tradisi ngopi. Setiap saat orang di Ambon menghabiskan waktu dengan berlama-lama ngopi. Meski pun Ambon atau Maluku tidak memiliki kopi otentik. Namun budaya ngopi di daerah ini sudah sangat kental, dengan banyaknya warung kopi, baik tradisional maupun modern sekali pun,” ungkapnya.
Saat berada di Ambon, dia sempat menyampaikan ke Ridho, bahwa orang Ambon termasuk “gila ngopi”. Sebab bisa duduk berjam-jam di rumah kopi dan membahas segala hal, mulai dari isu-isu politik hingga topik-topik ringan.
“Dengan habits yang seperti itu saya pikir jika dibawa ke kaum urban di Jakarta akan sangat cocok. Apalagi kondisi sekarang, anak-anak muda di sini bekerja terutama di bidang kreatif, mereka akan mencari kedai kopi atau tempat-tempat seperti M Blok, dan biasanya keputusan terkait sesuatu itu akan terjadi ketika duduk bersama,” ucapnya.
Menyinggung kehadiran Katong Kopi di tempat ini, Ony mengisahkan, awalnya dia diajak oleh pengelola manajemen M Blok, yakni Handoko, yang juga merupakan pemilik Filosofi Kopi.
“Saat berdiskusi dengan Ridho, muncul nama Once Mekel, yang merupakan sahabat Ridho. Kami biasanya makan di rumah Once, ketika Ridho latihan di sana. Sudah sejak lama kami bercita-cita punya kedai makan, sebab masakan rumahan Once yang khas Manado juga sangat enak,” bebernya.
Itu sebabnya, lanjut Ony, ketika ditawari space di M Blok dia langsung menghubungin Once dan salah satu temannya yakni Evelin, untuk menghadirkan Kedai Kopi Katong yang awalnya sempat dibuka di Bandung.
“Untuk kopi Ridho sangat spesifik terutama untuk rempah-rempahnya, yang langsung kami ambil dari Pulau Banda. Seperti kenari, fulli, kayu manis, hingga cengkeh. Ada saudara kami di Banda, dan ada teman yang memiliki kapal phinisi selalu ke sana. Jadi semua rempah langsung didatangkan dari daerah tersebut,” terangnya.
Untuk konsep arsitektur Kedai Kopi Katong sendiri, Ony tidak ingin merubah kondisi awal bangunan tersebut. Sebab dia ingin ketika orang datang ke Kedai Katong, mereka akan merasa seperti sedang berada di rumah sendiri.
“Sebagai kedai yang masuk paling akhir di M Blok, sebenarnya sebuah keuntungan bagi kami. Karena kita bisa punya referensi dari beberapa bangunan yang sudah dirubah. Sebab meskipun dengan konsep kedai kopi, kami agak terbatas untuk meja, karena tempatnya tidak terlalu luas,” terangnya.
Namun bagi Ony hal tersebut tidak masalah, menurutnya lebih baik dijalani saja, jika memang harus dirubah tinggal dikerjakan nantinya.
“Namun yang saya inginkan adalah ketika orang mencari bangunan aslinya, mereka bisa lihat di Kedai Kopi Katong. Sebab rata-rata yang ada di sini sudah dirubah. Hal tersebut menjadikan Kedai Kopi Katong lebih unik dan berbeda dibandingkan yang lainnya,” ujar Ony.
“Jika dilihat dekorasinya banyak tanaman hidup, dan dapat dibeli jika ada pelanggan yang tertarik. Jadi tidak sekedar pajangan atau pemanis saja, saya ingin memberikan pesan kepada pengunjung, jika kita juga bisa konsumtif dengan pohon dan tanaman, yang tentunya dapat ditanam atau dipajang di rumah,” ungkapnya.
Lalu selain menyediakan makanan pihaknya juga membantu menjualkan produk-produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari Maluku, yang sempat kesulitan terkait masalah branding.
Ony mengungkapkan, dia tidak pernah menyangka Kedai Kopi Katong dapat “berjalan” sampai saat ini. Sebab mulainya dia berpikir akan kesulitan untuk mengenalkan kebudayaan dari kawasan Timur Indonesia.
“Namun karena konsep M Blok adalah menjadi kreatif hub dengan pengunjung usia 15 hingga 35 tahun, Alhamdulillah, Puji Tuhan, semakin banyak orang yang tahu tentang tempat ini,” terangnya.
Ony mengaku belakangan semakin banyak orang yang tahu rasa Kopi Rempah, Teh Rempah dan makanan serta minuman lainnya khas Ambon atau Maluku.
“Awalnya ketika orang memesan kopi rempah akan kebingungan melihat taburan kenari di atas kopi. Bahkan pernah ada yang menyingkirkan kenari tersebut, baru meminumnya. Jadi kalau saya dan Ridho sedang berada di Katong, kami akan mendatangi dan menjelaskan mulai dari bahan-bahan hingga cara meminumnya,” ujarnya. Dengan begitu orang akan mempelajari hal baru.
“Mungkin tidak semua orang dapat berkunjung ke Ambon, dan mungkin banyak yang belum minat ke sana. Ambon memiliki sejarah yang cukup pilu, terkait tragedi kemanusiaan ketika itu, namun saat kita hadirkan tempat seperti ini, kita berharap pandangan mereka tentang Ambon akan berubah,” harapnya.
Ony menambahkan, dia dan Ridho sering menyapa pengunjung di setiap meja, dan akan sedikit bercerita tentang Ambon.
“Hal ini merupakan kontribusi Ridho kepada Ambon, sebab dia sangat konsen namun secara politis dia tidak dapat membantu secara langsung di dalam sistem, sehingga dia berpikir harus ada kontribusi apa yang dia berikan kepada kampung halamannya, yakni Maluku,” terangnya.
Bagi Ony, visi misi mereka adalah memperkenalkan bahwa Indonesia tidak hanya Pulau Jawa saja, dan peminat yang datang juga terlihat sangat antusias.