Akademisi: Pemilu Sistem Proporsional Indikator Kesehatan Demokrasi

Share:

Diskusi publik sistem pemilu proporsional Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon.
Photo: HO-Unpatti/ant

satumalukuID - Dekan Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Dr Rory Akyuwen mengemukakan bahwa Pemilihan umum (Pemilu) menggunakan sistem proporsional jadi indikator kesehatan demokrasi dalam suatu negara.

 "Sistem proporsional lebih demokratis karena tidak ada suara yang hilang sehingga semua golongan berpotensi untuk terwakili," ujarnya di Ambon, Selasa (6/6/2023).

Hal itu disampaikan dalam diskusi publik yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Unpatti dengan tema 'Menyelisik Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup Dalam Kontestasi Pemilu di Indonesia pada 2024' di Ambon.

Ia menjelaskan salah satu sistem dalam pemilihan umum adalah sistem proporsional. Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu ketika pemilih memilih langsung wakil-wakil legislatif. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.

Menurutnya Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi.

Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan sistem proporsional dalam pemilihan anggota legislatifnya, yaitu pemilu DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kota/kabupaten.

"Dalam penyelenggaraannya, sistem proporsional memiliki kelebihan yaitu lebih representatif karena jumlah kursi yang diperoleh sesuai dengan jumlah suara yang didapat dari masyarakat," kata dia menjelaskan.


Lalu lembaga perwakilan rakyat atau legislatif benar-benar menjadi wadah dari aspirasi seluruh rakyat.

"Dengan adanya sistem Pemilu proporsional terbuka maupun tertutup maka demokrasi di Indonesia dapat berjalan dengan baik sehingga kedepannya masyarakat dapat menikmati kesejahteraan," ucapnya.

Pasalnya kata dia sistem Pemilu Proporsional terbuka dan tertutup sendiri juga dapat berpengaruh pada masalah pembangunan maupun kesejahteraan masyarakat. 

“Sebagai mahasiswa FH Unpatti harus dapat mengkaji hal tersebut, sehingga kedepannya dapat melahirkan sebuah pemikiran/gagasan yang memberikan manfaat bagi masyarakat," tuturnya.

Sementara itu Ketua BEM FH Unpatti, Hasyim Rahman Marasabessy mengatakan ada korelasi antara konfigurasi politik dengan produk hukum yang dihasilkan.

Semakin demokratis konfigurasi politiknya, maka akan semakin demokratis pula produk hukum yang dihasilkan.

"Sejak reformasi  hingga sekarang Bangsa Indonesia telah menganut sistem proporsional terbuka. Hal tersebut kemudian menjadi latar belakang kedaulatan rakyat yang harus dilakukan secara terbuka," kata dia.

Untuk itu diskusi publik yang digelar tersebut bertujuan agar para mahasiswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sistem tersebut. 

"Karena mahasiswa dalam fungsinya sebagai Agent of Social Control diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat sekitarnya. Melalui kegiatan ini, diharapkan agar tujuan yang telah disampaikan dapat terwujud dan terimplementasikan terhadap kehidupan mahasiswa maupun masyarakat," ucapnya.

Turut hadir pada diskusi publik tersebut para Wakil Dekan FH Unpatti, Ketua divisi hukum dan pengawasan KPU  Almudatsir Z. Sangadji, dan Wakil ketua Komisi I DPRD Maluku Jantje Wenno. (Ode Dedy Lion Abdul Azis/ant)
Share:
Komentar

Berita Terkini