Sosiolog: Media Sosial Berpengaruh pada Penyimpangan Seksual di Ambon

Share:


satumalukuID - Sosiolog Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Pattimura (Unpatti), Ambon, Maluku Feky Manuputty menyebut dampak negatif media sosial menjadi faktor maraknya perilaku seks menyimpang di Kota Ambon.

"Faktor yang paling utama adalah dampak negatif media sosial yang membuat seseorang dapat dengan mudah mengakses atau melihat situs-situs yang mempertontonkan tindakan-tindakan yang tak sesuai norma kesusilaan," kata Feky di Ambon, Selasa (7/3/2023).

Menurut Feky, faktor ekonomi juga menjadi pendorong seseorang untuk terjerumus ke dalam perilaku penyimpangan seksual, karena mudah untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah akibat pengaruh orang lain.

"Biasanya karena ada aktor yang sudah menyimpang, kemudian menjanjikan sejumlah uang kepada calon targetnya, dan itu yang paling mudah mempengaruhi anak-anak muda sekarang," ungkapnya.

Hal itu tentunya berkaitan dengan faktor ketiga, yaitu kurangnya pengawasan orang tua atau keluarga terdekat.

Ketua jurusan Sosiologi FISIP Unpatti itu menjelaskan ada tiga hal yang membuat seseorang terhindar dari pelanggaran norma-norma yang tak sesuai di masyarakat, yakni pranata keluarga, pranata agama dan pranata pendidikan.

"Ketiganya berperan penting dalam membentuk pola pikir seseorang dalam bergaul. Kita lihat banyak contoh mahasiswa yang jauh dari orang tua dan keluarga yang mudah terjerumus, karena tiga pranata tersebut diabaikan," kata dia.

Dosen Sosiologi Keluarga dan Gender itu mengatakan meningkatnya kasus HIV/AIDS yang disebabkan oleh perilaku seks menyimpang saat ini, bila tak ditangani bisa menjadi masalah serius di tengah masyarakat beradat dan berbudaya di Maluku.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Kota Ambon mencatat jumlah kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan, yakni mencapai 271 kasus di tahun 2022, dan didominasi perilaku seks sesama jenis.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon Wendy Pelupessy menyatakan peningkatan kasus HIV/AIDS dipengaruhi oleh hubungan seks berisiko sesama jenis lelaki seks lelaki (LSL).

"Jika dulu kasus terbanyak pada pekerja seks komersial, saat ini didominasi LSL, yang dipengaruhi gaya hidup dengan usia produktif di bawah 45 tahun," katanya.

Perilaku seksual menyimpang, katanya, menjadi salah satu penyebab dari penularan HIV/AIDS seperti suka berganti-ganti pasangan dan LSL.

"Penularan HIV/AIDS, karena perilaku seksual suka berganti pasangan, khususnya LSL dan terbukti dari data jumlah kasusnya mengalami peningkatan," katanya.

Ia mengakui kasus HIV mengalami peningkatan setiap tahun, pada tahun 2021 sebanyak 116 kasus, meningkat di 2022, yakni sebanyak 253 kasus HIV dan 18 kasus AIDS

Sementara data hingga Februari 2023 tercatat 15 kasus baru HIV dan satu kasus AIDS.

"Kenaikan jumlah kasus, karena petugas rutin melakukan pelacakan dan pemeriksaan, sehingga diperoleh kasus baru di 2023," katanya.

Wendy menyatakan pada 2021, pihaknya tidak intensif melakukan pelacakan dan pemeriksaan, karena kondisi pandemi COVID-19. Pada 2022 dilakukan pemeriksaan, dan ada peningkatan jumlah kasus baru.

Pihaknya terus mensosialisasikan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait untuk bersama mencegah penularan HIV/AIDS. (Ode Dedy Lion Abdul Azis/ant)
Share:
Komentar

Berita Terkini