Gentiani Nanere Dengan Impian Destinasi Wisata Perahu dan Kuliner di Sekitar JMP

Share:


satumalukuID - Figur ini adalah seorang dokter dan praktisi nutrisi di Jakarta. Namun belakangan ia juga tertarik dengan dunia pariwisata, khususnya wisata di Kota Ambon dan sekitarnya.

Dialah dr Gentiani Nanere, akrab disapa Genti. Ia lahir di Ambon pada 11 Februari 1971. Pendidikan dokter nya diraih pada Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.

Menamatkan pendidikan SD dan SMP di Ambon, tetapi hanya sebentar sekolah di SMA Negeri 1 Ambon, kemudian pindah ke SMA Negeri 70 Jakarta dan kuliah kedokteran di Bandung serta berkarier di Jakata. Namun sebagai orang yang lahir dan besar di Kota Ambon, Genti tak lupa kota kelahirannya.

Di tengah berbagai kesibukan sebagai dokter dan praktisi nutrisi, Genti di waktu luang sering pulang ke Ambon. "Banyak kenangan, kerabat dan sahabat di Ambon. Itu yang bikin selalu rindu pulang," katanya saat bincang-bincang dengan media ini di Ambon, belum lama ini.

Belakangan ia mengaku terobsesi untuk kembalikan kenangan masa kecil hingga remaja di kota berjuluk Manise itu, dengan impian mewujudkan destinasi wisata alam di Teluk Dalam Ambon, terutama di sekitar lokasi Jembatan Merah Putih (JMP) di Negeri Galala.

"Setelah kehadiran JMP. Otomatis ciri khas penyeberangan teluk dengan perahu layar atau semang dari Galala ke Poka dan sebaliknya hilang. Begitu juga dengan KMP Ferry. Padahal itulah keunikan yang tiada duanya di Indonesia, terutama untuk para mahasiswa Universitas Pattimura (Unpatti) beraktifitas," tuturnya.

Genti mengakui. Meski tidak kuliah di Unpatti. Tetapi punya pengalaman dan kenangan naik perahu layar atau semang dan KMP Ferry. Pasalnya, ayah ibu nya adalah dosen di Unpatti. 

"Sering ikut papi mami ke kampus Unpatti dulu. Itu kenangan manis yang nikmat," ungkap anak dari mantan Rektor Unpatti, Prof Dr Ir J.L. Nanere MSc ini.

Seperti diketahui, Kota Ambon sejak beberapa tahun terakhir punya ikon baru. Yakni Jembatan Merah Putih (JMP) yang menghubungkan dua Negeri (desa) di Teluk Dalam Ambon, yaitu Galala dan Poka.

JMP merupakan jembatan di atas laut terpanjang di Indonesia Timur yaitu 1.140 meter. Dibangun tahun 2006 dan diresmikan April 2011 oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Sebelum adanya JMP, warga Kota Ambon yang hendak ke Bandara Pattimura dan Kampus Universitas Pattimura (Unpatti), harus melalui transportasi jalan darat memutar Teluk Dalam Ambon atau naik perahu layar/semang dan kapal penyeberangan KMP Ferry.


OBSESI DESTINASI WISATA

Setelah JMP berfungsi dan jadi ikon baru Kota Ambon. Genti melihat peluang objek wisata menarik di bawah jembatan tersebut. Termasuk keberadaan Negeri Galala dengan ciri khas kuliner nya yang sudah terkenal.

Suatu ketika. Saat melintasi JMP dari Bandara Pattimura ke pusat kota. Ia sempat berhenti dan melihat-lihat suasana dibawah jembatan. Dirinya pun teringat kenangan masa kecil yang indah menyeberangi teluk dengan perahu layar atau semang dari Galala ke Poka.

"Impian saya ingin bangkitkan aktifitas dulu, caranya selain wisata alam di Teluk Dalam Ambon sekitar JMP. Kita tahu kuliner Galala yang terkenal, seperti ikan asar, kohu kohu, waji dan lainnya, juga bisa kreatif dengan musik seperti ukulele, trompet, suling. Nah saya punya ide kenapa tidak jadikan lokasi itu sebagai lokasi wisata kota yang baru?," ujarnya.

Dari pengalamannya berada di San Francisco, Amerika Serikat, dimana terletak ikon kota tersebut yakni jembatan "Golden Gate" yang juga melintas di laut Teluk San Francisco, California, ia melihat lokasi itu jadi destinasi wisata terkenal, juga dijadikan taman bermain dan tempat berolahraga.

"Lalu mengapa di JMP Ambon tidak bisa? Keindahan teluk dan sunset nya bisa dijual ke wisatawan. Kalau kita kerja serius, punya ide, inovatif dan kreatif, semuanya bisa diwujudkan. Toh sumber daya alam nya sudah ada. Tinggal dipoles, ditata dan pendekatan ke masyarakat untuk mengubah pola pikir," jelasya.

Guna mewujudkan obsesinya itu. Genti beberapa kali turun ke lokasi memantau aktifitas di bawah sekitar JMP dan pesisir pantai Galala. Menemui para tukang perahu semang yang masih tersisa, sekaligus mendata mereka serta berkordinasi dengan pimpinan Pemerintah Negeri Galala, ibu Jemima M. Joris dan stafnya.

"Observasi dan pendekatan di lapangan sudah. Saya dan beberapa rekan, dibantu pak Hengky Sopacua (mantan Kadis Pariwisata Ambon), kami temui langsung tukang perahu yang masih ada. Saya juga telah berkordinasi dengan pemerintah Negeri Galala. Mereka merespon dengan antusias dan juga berpikir gagasan yang sama," ucapnya.

Selanjutnya, menurut Genti, pihaknya di tahap awal akan operasikan sekitar 10 sampai 20 perahu semang. Para tukang perahu nantinya diberikan pengetahuan dasar berbahasa Inggris, perahunya di cat warna warni, dihiasi, dan disediakan pelampung untuk keselamatan. 

Juga akan bicara tentang sanitasi dan kesehatan lingkungan, serta pendidikan bahasa Inggris untuk anak-anak PAUD dan tata cara mengemas kuliner.

"Itulah mimpi yang ingin saya wujudkan. Memang kalau pikir yang mewah-mewah tentu butuh dana besar atau investor. Tetapi kita mulai dulu yang sederhana namun kreatif. Yang penting kerja keras dan libatkan pemerintah dan warga Galsla. Saya yakin ini akan jadi destinasi wisata kota yang baru dan menarik. Juga bisa bantu perekonomian para tukang perahu dan warga setempat," tutur Genti.

Kapan ide tersebut direalisasi? Ia menyatakan diusahakan dalam tahun 2023.

"Kita rencana tahun ini. Tapi Tuhan yang berkehendak. Nah perahu yang ada tak sampai 20. Nanti diusahakan sekitar 30 hingga 40. Lalu kita motivasi tukang perahu, hiasi dan pasang pelampung keselamatan. Juga arahkan mama-mama dan anaknya yang punya kuliner. Itu konsep desa wisatanya" beber ibu dari satu anak yang kini bekerja di perusahaan Google, Amerika Serikat.

Ia menambahkan, "Negeri Galala tidak terlalu besar. Jumlah KK nya cuma 300 sampai 350 dan berada tak jauh dari pusat kota. Jadi bisa dibikin percontohan desa wisata di dalam kota. Semoga konsep ini bisa ditanggapi Pemkot Ambon dan Pemprov Maluku yang punya tanggungjawab untuk area itu dan bergandeng tanganuntuk bekerja".

"Kalau ada investor berminat untuk ide dan konsep ini. Itu lebih bagus, lebih cepat untuk jalan dengan baik. Namun kalau belum ada. Kita kembali dengan impian besar. Mimpi itu akan terwujud bila semua masyarakat ikut serta. Karena bukan mimpi di siang bolong. Tapi bermimpi untuk kerjakan yang ingin dicapai. Jangan takut dengan tantangan, sebab semua butuh proses. Saya yakin, berbuat untuk kepentingan orang banyak. Pasti Tuhan buka jalan," jelas Genti. (NP)

Share:
Komentar

Berita Terkini