Kajati Maluku: Tugas Aspidmil Tangani Perkara Koneksitas Libatkan Anggota dan Masyarakat

Share:

Kajati Maluku Edward Kaban melantik Kolonel (Chk) Romelto Napitupulu sebagai Asisten Pidana Militer Kejati. (10/10/2022)
satumalukuID - Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Edward Kaban mengatakan penambahan Asisten Pidana Militer (Aspidmil) di lingkup kejaksaan tinggi memiliki tugas pokok dalam penanganan perkara koneksitas yang melibatkan oknum anggota TNI dengan masyarakat.

"Ada 20 dari 33 kejati di Indonesia yang mendapatkan tambahan satu asisten kejati bidang pidana militer dari Kejaksaan Agung dan Kejati Maluku termasuk di dalamnya," kata Kajati saat melantik Kolonel (Chk) Romelto Napitupulu sebagai Aspidmil Kejati Maluku di Ambon, Senin (10/10/2022).

Kolonel Romelto Napitupulu selama ini menjabat Ketua Tim Dosen Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Militer Ditkum Angkatan Darat.

Khusus Aspidmil Kejati Maluku meliputi dua wilayah hukum, yakni Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.

Menurut Edward, pembentukan bidang pidana militer adalah manivestasi dari amanat UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, khususnya penjelasan pasal 57 ayat (1).

Dalam pasal ini menyatakan Oditur Jenderal dalam melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi di Negara Republik Indonesia.

Pengaturan tersebut pada hakekatnya merupakan cerminan dari pelaksanaan prinsip Single Prosecution System guna terwujudnya asas dominus litis secara konsisten yang sejalan dengan amanat pasal 2 ayat (3) UU Nomor 11 tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 yang menyebutkan Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan (Een En Ondeelbaar).

"Artinya penuntutan haruslah berada di satu lembaga, yaitu kejaksaan sehingga terpelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan agar dapat ditampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku dan tata kerja," jelas Kajati.

Dengan adanya bidang pidana militer, ia berharap tidak terjadi lagi dualisme kebijakan penuntutan yang cenderung akan menimbulkan disparitas pemidanaan terhadap jenis tindak pidana yang sama dan dilakukan pada objek, waktu, dan tempat yang sama.

Kebijakan ini juga diharapkan mampu menjawab problematika 2.726 perkara atau sekitar 23 persen dari total 12.017 perkara atas tindak pidana koneksitas yang selama ini belum diproses dan diadili melalui mekanisme koneksitas.

"Dengan demikian, penegakan hukum dapat dilaksanakan secara akuntabel, objektif dan berkeadilan serta sekaligus meneguhkan Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi," kata Kajati. (Daniel Leonard/ant)
Share:
Komentar

Berita Terkini