Demo Meminta Para Terdakwa Kasus Perampasan Jenazah Covid-19 di Ambon Bebas Bersyarat Sempat Ricuh

Share:

satumalukuID- Tiba-tiba pintu gerbang Kantor Gubernur Maluku di sisi Jalan Pattimura, Kota Ambon, terbuka. Aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol Pp) dan pihak Kepolisian keluar “menyerang” puluhan mahasiswa. Aksi unjuk rasa berubah ricuh, Rabu (2/9/2020) sekira pukul 13.15 WIT.

Puluhan mahasiswa Aliansi Rakyat Bantu Rakyat (ARAK) dipukul mundur menjauh dari gerbang sebelah kiri Kantor Gubernur Maluku. Polisi menilai massa aksi mulai anarkis dan tidak mengantongi ijin demonstrasi. Saling dorong pun berlangsung hingga berakhir di depan Hotel Mutiara.

Pengunjuk rasa kemudian melakukan aksi negosiasi dengan aparat kepolisian. Tampak Kapolsek Sirimau dan Kasat Intel Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease turun tangan. Puluhan pendemo diijinkan kembali menyampaikan tuntutan mereka selama 15 menit di tempat semula.

Aksi dengan alat peraga keranda mayat yang dilapisi kain putih, sejumlah pamflet dan spanduk ini berawal dari Pengadilan Negeri Ambon. Massa aksi diijinkan berorasi di luar pagar samping kanan atau tepatnya di Jalan AY Patty.

“Pak hakim bebaskan katong pung (kita punya) bapak, katong pung mama. Dong (Mereka) pung anak-anak lagi sekolah. Kami yakin pak hakim independen. Mudah-mudahan naluri kemanusiaan kita tidak hilang,” teriak salah satu orator.

Menurut pendemo, aksi pengambilan jenazah Covid-19 pada 26 Juni 2020 lalu, merupakan bentuk spontanitas. Perbuatan itu sama dengan para pejabat dan anggota DPRD Maluku saat melakukan aksi joget pada perayaan HUT Provinsi Maluku ke-75 tahun, pada 19 Agustus 2020 lalu.

Pendemo meminta pembuktian aksi pengambilan paksa jenazah Covid sudah menyebabkan kedarurat kesehatan. Karena faktanya, sebanyak 13 orang terdakwa yang akan menjalani sidang tersebut tidak terbukti reaktif rapid test maupun swab test.

“Lalu bagaimana dengan aksi joget yang juga sudah melanggar protokol kesehatan. Bukannya itu juga dilarang sebagaimana aturan kedaruratan kesehatan?. Bukankah semua orang sama dimata hukum pak polisi?” teriak orator lainnya.

Koordinator Lapangan aksi ARAK, Fadel Ibrahim, kepada wartawan di depan Kantor Gubernur Maluku, mengaku, aksi yang dilakukan hari ini bertujuan untuk meminta agar 13 orang masyarakat yang ditetapkan sebagai tersangka agar dibebaskan tanpa syarat.

“Tujuan katong adalah pertama membebaskan dong (13 terdakwa kasus perampasan jenazah dan penganiayaan perawat) tanpa syarat,” pintanya.

Sementara poin kedua dari tuntutan aksi unjuk rasa, tambah Fadel adalah jika Gubernur Maluku Murad Ismail tidak mengindahkan niat baik massa aksi, maka pihaknya mengancam akan melaporkan para pejabat dari legislatif maupun eksekutif yang melakukan aksi joget.

“Karena kami menduga ada tindak pidana yang dong lakukan pada saat itu yaitu sama-sama melanggar protap kesehatan yang sudah ditetapkan. Katong meminta keadilan hukum. Kalau memang masyarakat harus diadili dengan ancaman hukuman 5 tahun ke atas, maka kekuasaan (pejabat) juga harus demikian,” tegasnya.

 

Share:
Komentar

Berita Terkini