DPRD Maluku Melarang Balai Wilayah Sungai Ambil Alih Tanah dan Bangunan Milik Pemprov di Negeri Halong

Share:

satumalukuID – Komisi III DPRD Maluku tidak memperkenankan pihak Balai Wilayah Sungai Maluku untuk mengambil alih tanah dan bangunan di kawasan Negeri Halong Kota Ambon karena merupakan aset pemerintah provinsi yang sudah terdaftar secara resmi.

“Aset ini merupakan milik Pemprov Maluku per 31 Desember 2019 yang dikelola Dinas PUPR sehingga BWS tidak diperkenankan untuk mengambil alih aset tersebut melalui pemerintah desa Halong,” kata Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw di Ambon, Selasa (9/2/2021).

Penegasan Richard disampaikan dalam rapat dengar pendapat antara komisi III dengan pihak BWS, Kadis PUPR dan pihak BPKAD provinsi, berserta Yan Nanulaita selaku pihak keluarga yang mengajukan permohonan ke DPRD.

Pihak pemohon menyampaikan telah menempati rumah dinas di kawasan Negeri Halong dan satu rumah dinas di Wainitu, Kecamatan Nusaniwe sejak mereka masih aktif sebagai ASN.

Namun mereka kemudian mendapatkan surat perintah pengosongan di Negeri Halong dari BWS melalui pemerintah desa setempat.

Menurut Richard, Pemerintah Negeri Halong juga tidak berwenang untuk mengeluarkan surat alas hak atas aset milik Pemprov Maluku kepada BWS.

“Kalau pun pemerintah desa berkeberatan maka mereka dipersilahkan menempuh jalur hukum di pengadilan,” tandasnya.

Sebab hal ini berkaitan dengan persoalan aset dan bila bermasalah maka status Wajar Tanpa Pengecualian atau pun Wajar Dengan Pengecualiasn bisa turun menjadi disclaimer, akibat pemerintah daerah tidak mampu mengelola asetnya dengan baik.

Komisi III juga memberikan kewenangan kepada Kadis PUPR Maluku, M. Marasabessy untuk berkoordinasi dengan Kepala BWS untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan.

“Untuk rumah dinas milik Navigasi, maka pemohon diminta bersabar karena komisi III harus berkoordinasi dengan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub bisa memberikan izin dan kelonggaran,” ujarnya.

Angggota komisi III, Ayu Hindun Hasanussi mengakui persoalan seperti ini sangat dilematis karena rumah dinas merupakan aset pemerintah tetapi sudah dirawat puluhan tahun oleh penghuninya hingga pensiun.

“Kalau memang mau dilakukan pemutihan, yang terpenting tidak menyalahi aturan dan berbicara soal aet, sebenanya pemerintah tidak punya ketegasan untuk memberikan surat pemberitahuan pengosongan dengan masa waktu beberapa bulan ke depan untuk mereka yang sudah pensiun,” tandasnya.

Fakta sekarang membuktikan kalau ada pejabat dari luar daerah bertugas di Maluku terpaksa hidup di tempat kontrakan.

Anggota komisi lainnya, Anos Yeremias mengingatkan Pemerintah Desa Halong jangan dengan mudahnya mengeuarkan surat alas hak kepada pihak lain dan perbuatan seperti ini tentunya penjabat atau kepala desanya bisa dipolisikan.

Dia juga meminta pihak BWS Maluku mencabut kembali surat alas hak dari Pemerintah Negeri Halong karena bisa berdampak hukum, dan komisi saat melakukan agenda pengawasan harus memperhatikan juga setiap aset milik pemda.

Sementara Ikram Umasugi (angggota komisi) menyatakan tidak bisa dibayangkan bila semua orang ingin melakukan pemutihan atas rumah dinas yang ditempati selama mereka masih akti bertugas.

“Imbasnya adalah, berapa banyak aset daerah yang akan hilang nantinya bila tidak dilakukan penertiban secara administrasi,” tandasnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini